Baca cerita sebelumnya di Pengobatan Benjolan di Leher (3)
Tanggal 30 Desember 2016 aku mendatangi puskesmas tempatku dirujuk balik. Di awal-awal kedatanganku di puskesmas, aku merasakan sambutan kurang ramah dari petugas yang menangani kasus TB. Entah karena memang pembawaan pribadi beliau yang begitu atau aku saja yang terlalu baper, soalnya teman-teman petugas yang lain tidak terlihat judes.
Tanggal 30 Desember 2016 aku mendatangi puskesmas tempatku dirujuk balik. Di awal-awal kedatanganku di puskesmas, aku merasakan sambutan kurang ramah dari petugas yang menangani kasus TB. Entah karena memang pembawaan pribadi beliau yang begitu atau aku saja yang terlalu baper, soalnya teman-teman petugas yang lain tidak terlihat judes.
Saat itu aku disuruh memeriksakan dahak.
Jadi aku membawa botol sampel dari puskesmas untuk kemudian diantar lagi
bersama sampel dahak. Padahal, aku sudah bilang sama petugasnya kalau aku sudah
punya hasil FNAB dari dokter jadi tinggal minta obat. Tapi beliau bilang,
prosedur pemeriksaan sampel dahak ini tetap harus dilakukan. Nggak masalah, sih
sebenarnya asal aku bisa mengambil obat hari itu juga biar proses pengobatannya
bisa lebih cepat dimulai.
Akhirnya aku dikasih obat OAT berwarna
merah dan disuruh minum setiap malam 3 biji sekaligus. Obatnya besar-besar. Ya
allah.
Obat alergi gatal-gatal |
Satu bulan pertama aku merasakan efek
samping dari obat tersebut yaitu gatal-gatal di sekujur badan meskipun tidak
menimbulkan bekas, kecuali kalau aku menggaruknya. Duh aku sampai pakai sarung
tangan kalau tidur supaya kalau akhirnya aku tidak tahan untuk menggaruk, tubuhku
bisa selamat dari bekas kuku. Gatal banget soalnya. Waktu konsultasi ke dokter
di puskesmas, kata dokternya itu memang reaksi normal.
Peningkatan suhu tubuh pada waktu-waktu
tertentu juga merupakan efek samping lain yang kurasakan selama meminum obat
ini, bahkan sampai sekarang. Hingga aku merasa itu adalah hal yang biasa.
Obat OAT + obat penambah nafsu makan |
Di bulan kedua, efek sampingnya makin
parah. Meski gatal-gatal sudah hilang, tapi muncul efek samping baru yaitu
sakit sendi lutut. Sakit banget. Mungkin karena aku belum pernah ngerasain ya,
jadi waktu itu aku merasa benar-benar menderita. Paling simpel, waktu gerakan
rukuk pas shalat. Lutut rasanya sangat terpaksa untuk ditekuk. Persis kayak emak-emak separuh baya
kekurangan kalsium. Oh, jadi gini ya
rasanya kalau mama atau nenek lagi ngeluh sakit lutut. Hampir satu bulan aku
mengalaminya dan akhirnya sembuh sendiri.
Satu lagi, efek samping dari minum obat
OAT yaitu munculnya benjolan di ketiak, sekali lagi dokter mengatakan itu tidak
apa-apa karena memang reaksi alami tubuh agar mampu melawan bakteri TB.
Beruntung di bulan ketiga, obat yang
harus kutelan sudah berganti menjadi warna kuning yang lebih kecil dan hanya
diminum 3x seminggu. Alhamdulillah. Aku bisa selalu minum obat tepat di malam
itu meski jamnya beda-beda. Pernah kelupaan satu kali waktu bulan puasa.
Harusnya minum sekitar jam 9 malam, tapi aku baru minum saat sahur sekitar jam
3 subuh.
Oya, di tengah-tengah pengobatan aku
diharuskan cek dahak lagi. Seperti sebelumnya, aku harus bawa pulang botol
sampel dan mengantarnya di kemudian hari bersama isi dahaknya. Tapi sampai saat
ini, aku sama sekali belum menerima hasilnya even diberitahu hasil labnya bagaimana.
Menjelang 6 bulan pengobatan, aku minta
surat rujukan ke RS lagi dari puskesmas. Waktu konsultasi ke dokter Priha ternyata
benjolan di leher itu masih ada, meski sudah kecil. Jadi diputuskan aku harus
melanjutkan pengobatan sampai 9 bulan. Sampai September dong. Aku sempat sedih
tapi tetap harus semangat.
Antri lagi |
Aku balik ke puskesmas lagi. Petugas TB
langsung memberiku obat OAT yang sama dengan jumlah sekaligus untuk 3 bulan. Sampai di sini dulu ya ceritanya. Nanti
kusambung kembali setelah mengalami pengobatan selama 9 bulan.
Baca cerita selanjutnya di Pengobatan Benjolan di Leher (5)
Baca cerita selanjutnya di Pengobatan Benjolan di Leher (5)
Posting Komentar
Posting Komentar