Judul : Red Jewel of Soul
Penulis : Sinta Yudisia
Penerbit : Zikrul Remaja
Tahun Terbit : 2006
|
Pada awalnya kukira Red Jewel of Soul ini adalah novel.
Karena sama sekali tidak tertulis di sampul depan atau belakang termasuk jenis apa buku cerita fiksi ini. Aku masih mempertahankan anggapan tersebut hingga akhir cerita pertama. Memasuki cerita kedua, aku mulai ragu. Tapi masih percaya kalau buku ini novel, karena bisa saja terdapat setting waktu, tempat, dan tokoh yang berbeda dalam satu novel. Seperti
novel-novel sekarang yang banyak menggunakan lintas setting –baik ruang mau pun waktu. Tambahan pula, akhir cerita
pertama masih menggantung.
Nah, aku baru nyadar setelah membaca
awal cerita ketiga. Ini kumpulan cerpen. Cerpen yang menjadi unggulan adalah Red Jewel of Soul. Cerita tentang
kompetisi peragaan busana memperebutkan permata Mirah Berjiwa, Red Jewel of Soul. Kabar yang beredar
menyebutkan bahwa setiap wanita yang mengenakannya akan memancarkan cahaya jiwa
yang luar biasa sehingga menjadi kiblat fashion
dunia. Marie Antoinette, Josephine Napoleon, serta Bouilhete adalah pemilik-pemilik
leher yang pernah mengenakan kalung tersebut. Adalah Vi –nama panggilan tokoh
utama, yang berambisius memenangkan kompetisi ini. Apalagi setelah
dipanas-panasi oleh Bang Harli, lelaki pemimpin korporasi model tempat ia
bekerja. Bang Harli mengatakan bahwa saingan terberatnya adalah gadis tuan
rumah bernama Namie Chou yang memiliki semua kriteria untuk menang. Akankah Vi
melakukan segala cara untuk mendapatkan Red
Jewel of Soul? Mirah yang kabarnya mampu “memakan” jiwa pemakainya.
Begitulah, ada hal-hal yang mulai
berubah di dunia ini. Berubah ke arah yang lebih buruk terutama. Sebuah permata
mampu membuat beberapa orang melupakan hitam-putih hukum Tuhan. Kebutuhan akan
pengakuan, harta, dan kesenangan duniawi lainnya menjadi hal terpenting di atas
segalanya. Di atas kebutuhan ruhani yang semakin sepi dan jauh dari-Nya. Selain
dalam cerpen “Red Jewel of Soul”, tema
senada juga menghiasi cerpen lain dalam buku ini. Seperti dalam “Akhir Jahanam”
dan “Yang Tak Berubah”.
Dalam cerita yang lain, Sinta
Yudisia juga menggambarkan betapa mudahnya anak manusia melupakan Tuhannya
bahkan setelah diselamatkan dari proses pencabutan nyawa massal. Matahari sendiri
menjadi saksinya. Cerita ini terdapat dalam cerpen “Turbulensi”. Membaca cerpen
ini membuat aku merasa ngeri, karena ceritanya tentang kecelakaan pesawat. Kejadian
yang sekarang ini ramai dibicarakan dunia, gara-gara jatuh dan hilangnya
pesawat milik Malaysia tanggal 15 Maret lalu yang belum juga ditemukan.
Tema yang paling banyak melekat
dalam kumcer ini adalah kemiskinan dan kukufuran. Seperti pada cerpen “Duit!”.
Bahkan di pesantren pun tak lepas dari duit pikir Aji, tokoh utama dalam cerpen
ini. Dalam cerpen “Naga dan Bidadari”, setting
tempat yang digunakan penulis adalah Vietnam, yang notabene merupakan negara
bekas jajahan perang. Betapa dalam cerpen ini digambarkan perang telah
meluluhlantakkan segala yang baik. Kemiskinan menjadi efek utama yang membelit
masyarakatnya. Menjadikan gadis-gadis di bawah umur mereka menjadi bidadari
pemuas naga.
“Peri Baik Hati” bercerita
tentang rasa malu yang diemban seorang anak karena kemiskinan yang menimpa
keluarganya. Ia juga malu karena ibunya berbeda dengan orang tua teman-temannya
yang lain. Kemiskinan yang sama juga dirasakan oleh tokoh dalam cerpen “Sekerat
Cinta”. Kemiskinan yang membuat tokoh bersedia menjadi apa saja asal
mendapatkan uang. Usaha menghalalkan segala cara ini juga terdapat dalam cerpen
“Akhir Jahanam”. Namun pada cerpen yang terakhir, sang tokoh telah memiliki
segala harta, tahta, dan wanita. Tapi tetap saja jiwanya tak tenang, ia ingin
selalu lebih dan lebih.
Kemiskinan juga terkadang mampu
menutup hati untuk melihat kemiskinan orang lain. Bahkan bisa saja kemiskinan
dan penderitaan yang kita alami tidak apa-apanya dibandingkan yang orang lain
rasakan. Misalnya saja para pengemis. Pesan ini tergambar kuat dalam cerpen “Pertemuan”
dan “Yang Tak Berubah”. Selain itu, “Yang Tak Berubah” juga bercerita tentang
segala yang berubah dan tetap selama sang tokoh meninggalkan kampung halaman. Segala
yang fana akan berubah, segala yang hakikat akan tetap sama.
Tema yang agak berbeda dari semua
cerpen di buku ini adalah cerita pertama. Berlatar abad XV, cerpen ini
menceritakan sudut kecil dari peperangan tentara Turki dan Yunani dalam memperebutkan
kekuasaan dan tanah untuk menyebarkan agama masing-masing.
Secara keseluruhan kumpulan
cerpen ini sangat menggugah. Memaparkan aneka kejadian di zaman yang kini telah
renta. Segala ketidakadilan yang terasa sangat mustahil, kini dengan mudahnya
menjadi nyata di zaman duniawi ini.
Posting Komentar
Posting Komentar