Jarang-jarang aku dan seorang teman sequality-time saat itu. Saat kami membicarakan tentang tema yang
agak sensitif. Tentang cinta. Entah dari mana mulainya. Aku bilang bahwa
satu-satunya konsep tentang cinta yang kupercaya saat ini adalah bahwa cinta itu adalah perasaan yang diputuskan.
Sedangkan kata temanku, cinta adalah saat
kita menemukan orang yang mampu membuat kita berusaha sempurna untuk dia.
Kalau menurut qouteku benar, kukatakan
padanya kalau aku telah jatuh cinta dengan memutuskan perasaanku untuk
seseorang. Tapi jika teorinya yang tepat, aku belum pernah jatuh cinta hingga
saat ini. Karena rasa cinta belum pernah mengubahku menjadi bukan aku. Kalau
pun aku berusaha menyempurnakan diri, itu bukan untuk orang lain tapi untuk
diriku sendiri. Whatever about self
oriented or egosentris =D. Temanku sendiri pun belum juga katanya.
bamruno.blogdetik.com |
Diskusi iseng kemudian merembet ke masalah orang yang belum
menikah, meskipun dari segi umur sudah tiba. Pembicaraan aneh ini bersumber
dari mata kuliah Toksikologi Lingkungan, saat itu kami mendengar dosen kami menjelaskan
tentang cara remediasi lahan tercemar logam berat berupa radikal bebas.
Caranya, radikal bebas tersebut tidak diremove
(karena belum ditemukan cara untuk menghilangkannya) tapi dibuat pasangannya
agar ia melekat dan berhenti mencemari lingkungan. Nah, aku dan temanku menganalogikan
orang yang belum menikah tapi sudah waktunya ini seperti radikal bebas. Karena
orang-orang ini “mencemari lingkungan” dengan sifat mereka yang moody sehingga orang-orang terdekatlah
yang kena imbasnya. Kami tergelak beberapa saat ketika menyebut contoh. Jahatnya
kami. Ckck. Keluar dari zona subjektif, aku pun berkata pada temanku bahwa kami
melupakan hak prerogatif Tuhan dalam hal ini. Dimana hanya Tuhanlah yang tahu
kapan waktu yang tepat bagi seseorang untuk menikah. Bijaksana tidak, aku? Hehe
Posting Komentar
Posting Komentar