“Kamu familiar. Bau darahmu
familiar.”
“Aku sama sekali tidak
mengenalmu.”
“Kamu tahu siapa aku, Putri.”
Judul : Aerial
Penulis : Sitta Karina
Penerbit : Gramedia
Tahun terbit : 2009
|
Sadira si Putri Matahari dan
Hassya sang Pangeran Kegelapan merupakan musuh bebuyutan dari dua negeri yang
saling bertolak belakang; yang satu menjadikan matahari sebagai sumber
hidupnya, satu lagi akan terbakar apabila terpapar langsung oleh sinarnya. Awalnya
Sadira berpikir Klan Kegelapan adalah sekumpulan monster sampai tanpa sengaja
ia diselamatkan oleh Hassya yang berkulit pucat, tampan, dingin, seenaknya
sendiri, namun memiliki sorot mata yang jujur.
Menurut ramalan kuno, apabila
mereka bersatu maka kedua bangsa tersebut akan menghadapi kehancuran. Namun Hassya
bertekad akan melawan apa pun yang menghalangi mereka dan menjadi pelindung
bagi Sadira.
Untuk mencegah kehancuran
tersebut, Antya, adik Sadira, dan Linc, si kuda terbang putih, berusaha memanggil
penolong dari dunia lain –Laskar dan Sashika, pelajar SMU Surya Ilmu- dunia yang
hutannya tidak seindah di negeri mereka serta dipenuhi bangunan pencakar
langit. Dunia yang akan mendukung cinta Sadira dan Hassya sepenuhnya.
**
Pada awalnya aku memilih buku ini
untuk dibaca karena melihat nama penulisnya. Sitta Karina. Wah kayaknya nih
nama familiar di dunia kepenulisan, kupikir. Meskipu sama sekali belum
terbayang di otakku siapa sebenarnya dia. Ternyata benar dugaanku, dia orang “besar”
di dunia literasi Indonesia, setidaknya dari yang kubaca di profil penulis di
bagian belakang buku ini. Faktor lain yang membuatku tertarik untuk membaca
buku ini adalah judulnya, Aerial -biologi banget. Kukira aku akan menemukan
unsur semacam science fiction dalam
buku ini.
Sedetik sebelum memulai membaca,
aku baru menyadari keberadaan logo teenlit
di sampul depannya. Setelah membaca halaman pertama, kesadaranku yang lain juga
muncul. Novel ini termasuk genre fantasi. Dan perlu diketahui, aku jarang menyukai
novel-novel semacam ini. Tapi ternyata aku tidak bisa berhenti membaca Aerial
hingga halaman terakhirnya. Mungkin karena cerita fantasinya yang ringan –semacam
dongeng, cocok untukku yang cenderung berpikir realistis.
Selain itu, kisah cinta antara
Sadira dan Hassya adalah salah satu daya tarik sendiri. Seperti biasa, aku
hanya akan tertarik membaca novel atau menonton film yang genrenya tidak aku
sukai jika ada sisi romantismenya. Contohnya saja Tetralogi Twilight Saga dan
Drama Vampire Diaries.
Novel ini secara garis besar menceritakan
perjuangan beberapa tokoh utama untuk mewujudkan perdamaian antara dua klan
yang saling bertikai, dua bangsa yang berasal dari Bangsa Viking dan Bangsa
Atlantis. Bahkan sejak nenek moyang mereka sudah berperang, perang warisan
seperti itulah. Pesan positif yang tersirat dari novel ini adalah jangan memandang
perbedaan sebagai suatu alasan untuk berperang tetapi buatlah perbedaan menjadi
warna, menjadi alasan untuk saling melengkapi.
Yang membuatku terpikat dengan novel
ini adalah istilah-istilah asingnya, yang kuasumsikan dari Bahasa Yunani. Aku senang
saja membacanya, aneh –tapi keren. Nama-nama tokohnya pun terdengar aneh –setidaknya
di telingaku. Hassya, Sadira, Antya, Toireann, Isla, Nenna, Jedidah, Micchal, Blath,
Kaien, Rhona, dan lain-lain.
Terdapat beberapa hal dalam novel
ini yang membuatku salah fokus. Salah satunya adalah penggunaan kata resisten. Menurutku kemungkinan makna
yang penulis maksudkan berbeda dengan makna kata seharusnya, yang memang sering
kudengar dalam perkuliahan. Resisten artinya mampu bertahan setelah melawan. Seperti
itulah kira-kira. Tapi lihatlah potongan kalimat berikut yang tertulis dalam
novel. Bangsa kegelapan memiliki kulit serta
sistem organ yang resisten terhadap sinar matahari. Padahal maksudnya,
kulit dari Klan Kegelapan tidak tahan kena cahaya matahari, seperti vampire,
mereka akan tersiksa, kesakitan, bahkan meleleh. Lihat lagi potongan kalimat (ganjil)
yang lainnya. Sorot mata menakutkan yang
membuat Laskar berhenti ngedumel walau masih resisten. Padahal maksudnya
adalah si Laskar masih bertahan dengan pendapatnya yang menentang pendapat si
lawan bicara yang mengeluarkan sorot mata menakutkan tersebut. Kurang pas saja
kupikir kata resisten diletakkan pada kalimat yang kedua ini. Entah, apa aku
yang salah mengartikan kata resisten selama ini atau proses pengeditan bukunya
saja yang kurang jeli.
Salah fokusku yang lain adalah
ketika aku terlalu senang berada di dunia dongeng. Ketika penulis tiba-tiba menghadirkan
tokoh dari dunia nyata, Laskar dan Sashika, aku jadi tidak senang. Aku tidak
menyukai latar belakang dunia nyata, dalam hal ini Kota Jakarta yang merupakan
asal kedua tokoh tersebut. Beruntung tidak terlalu lama, mereka telah
bertransisi ke negeri dongeng melewati Porta
Ilusia, Pintu Ilusi.
Lalu apa itu Aerial? Aerial adalah kunci dari semua cerita, daratan yang
mengambang di antara Negeri Cahaya dan Negeri Kegelapan.
Posting Komentar
Posting Komentar