Tadi pagi adalah upacara bendera
pertama yang kuikuti setelah 3 tahun terakhir. Sungguh. Seingatku, baru hari
ini lagi aku menyaksikan pengibaran Merah Putih secara langsung setelah hari Senin
terakhirku berada di SMA. Sebenarnya bukan aku tidak pernah mengikuti upacara
selama tiga tahun belakangan ini, tapi entah mengapa upacara-upacara yang
kuikuti –karena kewajiban sebagai mahasiswa penerima beasiswa, tidak pernah
memasukkan ritual pengibaran bendera dalam rangkaian upacara. Ketika upacara
dimulai ujung tiang bendera telah dihuni oleh Sang Saka.
http://www.pta-banjarmasin.go.id/ |
Hari ini, aku menyaksikannya
lagi. Sembari memberi hormat selama instrumen Indonesia Raya didengungkan aku
berpikir betapa rasanya lama sekali momen nasionalisme seperti ini tak
kurasakan. Rindu. Menjadi mahasiswa yang sibuk dengan akademik dan organisasi,
membuatku amnesia dengan beberapa potong kebiasaan di masa lalu.
Back to upacara bendera, ada apa sih dengan hari ini sehingga diadakan
upacara padahal bukan hari Senin? Hari ini Hari Pendidikan Nasional, tentu
saja. Upacara tersebut diadakan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional
yang jatuh pada setiap 2 Mei, yang sebenarnya merupakan tanggal lahir Ki Hajar
Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia.
Bagian terpenting dari acara ini
adalah sambutan yang disampaikan secara tertulis oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Disampaikan oleh inspektur upacara, yang aku lupa siapa dan jabatan
beliau, sambutan tersebut secara umum berisi ajakan bagi para akademisi untuk
memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Tema Hari Pendidikan Nasional yang
diangkat pada tahun ini adalah “Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang
Unggul”.
Bapak
M. Nuh sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa pendidikan di
Indonesia semakin maju. Ini dilihat dari akses untuk pendidikan yang semakin
mudah, banyaknya pelajar yang kreatif dan inovatif, serta semakin meningkatnya
pemikiran pelajar-pelajar di Indonesia. Untuk yang terakhir beliau menyebutnya
dengan frasa “berpikir orde tinggi” (*naikin alis). Diharapkan dengan kemajuan
pendidikan tersebut akan terbentuk peradaban yang unggul di Indonesia pada
tahun 2045.
Tapi
menurutku tidak semulus itu, Pak M. Nuh. Sudahkah Bapak membaca surat terbuka
dari pelajar tentang ujian nasional tahun ini? Aku membacanya dengan perasaan
yang miris dan nyeri. Begitu paradoks kenyataan dan harapan yang bertabrakan di
dunia pendidikan kita. Program yang kurang baik seperti kata Bapak, yang
sebaiknya dihapus dan diganti dengan program yang lebih baik dan bermanfaat,
sepertinya termasuk UN ini.
Bukan
pula aku serta merta menyalahkan pemerintah. Kemajuan dunia pendidikan memang
harus disokong oleh banyak orang. Bahkan oleh seluruh bangsa. Seperti yang
kutulis tahun lalu, setidaknya ubahlah diri kita menjadi lebih terdidik untuk
mengubah wajah pendidikan Indonesia menjadi lebih cerah.
Oke
itu ocehanku tentang Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Ocehanmu?
Posting Komentar
Posting Komentar