Judul : Berjalan Menembus Batas
Penulis : Ahmad Fuadi, dkk
Penerbit : Bentang
Tahun terbit : 2012
|
Buku ini sangat inspiratif.
Berisi tentang kisah-kisah nyata bagaimana orang-orang meraih impiannya di
tengah keterbatasan. Keterbatasan harta, keterbatasan fisik, dan keterbatasan
kondisi. Semua cerita dalam buku ini membuktikan bahwa mantra man jadda wajada
itu benar adanya. Siapa yang sungguh-sungguh dia akan berhasil.
Seperti pada tulisan Bernando J.
Sujibto tentang betapa lelahnya berjuang untuk menuntut ilmu. Bernando mengalami
sendiri apa yang ia ceritakan dalam tulisannya yang berjudul “Dari Sumenep ke
Kolombia” tersebut. Terlahir di keluarga yang papa, tidak menyurutkan mimpi dan
semangat Bernando untuk menuntut ilmu. Dari belajar di pesantren terbesar di
Madura dengan “mengencangkan tali sarung” hingga berjuang di Yogyakarta saat ia
kuliah sambil membanting tulang mencari sesuap nasi. Lalu kesempatan itu
datang, tentu saja bukan karena kebetulan, ia berhasil mendapatkan beasiswa
belajar bahasa dan budaya ke Amerika! Subhanallah.
Ada pula cerita dari seorang
penulis bernama Rina Shu. Sejak lahir, ia menderita muscullar distrophy yaitu
kelainan genetik yang menyebabkannya lumpuh seumur hidup. Satu hal yang
memotivasinya tetap semangat untuk melanjutkan hidup adalah kehadiran orang
tuanya yang bermental nrimo. Mereka memasukkannya
ke SLB jenjang SD, namun setelah memasuki SMP dan SMA ia dimasukkan ke sekolah
umum. Tidak banyak teman di sekolah yang mengganggunya, karena Rina Shu juga
merupakan pribadi yang percaya diri dan senang membantu ketika temannya
kesulitan dalam belajar.
Namun, kenikmatan bersekolah ini
harus ia lepaskan saat kelas 2 SMA karena kelelahan fisik dan mental yang
dideritanya sebagai pelajar tak sebanding dengan kemampuan tubuhnya. Dalam ketidakberdayaannya
dirawat di rumah sakit, Rina Shu melakukan hobinya yaitu menulis dengan tekun. Sayang,
ketika novel pertama terbit ayahnya telah tiada. Kini, Rina Shu bertekad
membantu teman-temanya sesama penyandang disabilitas agar mereka tetap semangat
melanjutkan hidup. Ia berharap ia bisa membantu menyemangati mereka dengan
tulisan-tulisannya. Rina Shu berkata, “Yang Kubutuhkan semangat, Bukan Kaki”,
seperti judul tulisannya tersebut.
Lain lagi cerita tentang seorang
Setiawan Chogah. Ia menulis betapa ia harus melebihkan usaha untuk menggapai
cita-citanya menjadi sarjana. Terlahir di sebuah nagari (desa), 125 kilometer
dari Kota Padang, ia melihat bahwa cita-citanya menjadi sarjana sangatlah
mustahil. Betapa tidak, jarak sekolah dengan gubuk reyotnya jauh sekali. Ketika SD, ia harus berjalan kaki menyusuri
tepi sungai dan pematang sawah sejauh 3 kilometer. Amaknya yang mengantar selalu bilang pada tetangga yang menyapa
mereka di perjalanan, bahwa ia sedang mengantar calon sarjana untuk sekolah. Subhanallah,
jlebb sekali.
Ketika SMP, ia mendapatkan
beasiswa. Meskipun ia juga tetap harus bekerja untuk menambah uang saku. Ketika
SMA, ia harus merantau ke Kota Padang dan menjadi karyawan toko fotokopi milik
tetangganya di kampung. Di tengah-tengah semangat belajar dan bekerjanya,
terdengar pula berita perih dari kampung, amak-abaknya
bercerai! Meski begitu, ia tak patah semangat. Kini ia berhasil kuliah di
Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Ia siap menembus
mimpinya, menjadi sarjana.
Itulah beberapa contoh cerita
dari mereka yang berusaha menembus batas. Batas yang berupa kemiskinan, ketidaksempurnaan
fisik, serta tak adanya dukungan dari lingkungan. Cerita tentang perjuangan Ahmad
Fuadi sendiri untuk menggapai kesuksesannya yang sekarang sudah kubaca di
trilogi novelnya; Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara.
Seperti yang kubaca dalam
pengantar bukunya, 13 tulisan di dalam buku ini terpilih dari 80 lebih tulisan
lainnya yang dikirim oleh penulis dari seluruh penjuru tanah air. Setelah
kucermati, aku mengira faktor pertimbangan dimuat tidaknya tulisan dalam buku
ini adalah dari seberapa menginspirasi tidaknya kejadian yang dialami oleh
penulis atau orang-orang di dekatnya. Karena ada beberapa tulisan yang secara
bahasa sangat sederhana, namun isinya sangat menyentuh.
Bagi kamu yang masih terlena
dengan segala kelebihan yang dimiliki atau pun bagi kamu yang masih terpuruk
oleh keterbatasan yang diciptakan oleh dunia, wajib membaca buku ini. Mari belajar
menembus batas dengan buku ini!
"Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka." (Eleanor Roosevelt)
"Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka." (Eleanor Roosevelt)
Posting Komentar
Posting Komentar