Petang tanggal 12 Juni 2014
kemarin bertepatan dengan awal tanggal 15 Sya’ban 1435. Seperti yang disunahkan
Nabi, banyak umat islam yang melaksanakan shalat tasbih di pertengahan bulan
ini setelah shalat isya.
Tak ingin ketinggalan momen,
kemarin itu aku juga melaksanakan shalat tasbih. Dengan temanku, sejak siang
kami berniat shalatnya di Masjid Al-Karomah Martapura. Tapi setelah ashar
tiba-tiba dia mengirimiku sms, dia tiba-tiba “dapet” katanya. Yah, langsung deh
aku kecewa. Ke sana sendirian pun rasanya tidak asyik. Jadilah rencanaku diubah
menjadi shalat tasbih di surau dekat kost saja.
Tapi ketika aku siap-siap ingin
berangkat ke surau, aku diajak kakak di kamar bawah ke Martapura untuk shalat
di Al-Karomah, dia bersama teman-teman akhwatnya. Yeaay. Aku langsung girang dan setuju. Jadilah kami berkejaran dengan
waktu. Karena jarak yang cukup jauh, akhirnya kami tertinggal shalat maghrib
berjamaah.
Belum lagi ternyata pas kami
datang ke sana, kami tidak kebagian tempat di dalam masjid. Ya Allah, aku
benar-benar berdecak kagum. Betapa banyak orang yang antusias untuk shalat di
masjid yang menjadi ikon Kota Martapura ini. Martapura, selain dikenal sebagai
Kota Intan juga memang dikenal sebagai kota yang religius, Serambi Mekah begitu
julukannya. Bahkan, ibu muda di samping aku berasal dari Kabupaten Balangan. Saat
lewat Martapura dari Banjarmasin menuju Balangan, dia dan suami serta anaknya
sengaja mampir di masjid yang megah tersebut. Mumpung, katanya. Au pun melihat
ada satu bus yang parkir di depan, entah dari rombongan mana.
Melihat jamaah shalat yang tumpah
ruah hingga ke halaman parkir rasanya sperti mengikuti Shalat Ied di malam
hari. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya kami menggelar sajadah di bawah pohon
di samping masjid. Tepat di depan kami terdapat parkiran, jadi pandangan ke
depan setelah shalat itu bukan hijab atau jamaah tapi mobil-mobil yang berbaris
rapi =D
seputaraceh.com |
Setelah shalat maghrib dan sunnah
rawatibnya dilaksanakanlah pembacaan Surat Yaasin 3 kali diselingi do’a. Di bawah
remang cahaya rembulan yang tertutup pohon, plus sedikit mencuri cahaya dari
lampu sorot di sekitar masjid, aku membaca surat tersebut dari Al-Qur’an saku
yang kubawa. Dulu, sewaktu kecil saat nenek mengajariku shalat tasbih aku
berpikir aduh capeknya membaca Surat Yaasin 3 kali, manalah mungkin aku sanggup.
Sekarang, untunglah pikiran itu sudah lenyap. Hehe.
Setelah shalat isya dan shalat
sunah rawatibnya. Beberapa orang mulai beranjak pulnag. Aku heran, sayang aja
karena shalat tasbihnya setelah ini. Shalat tasbih kemudian kuikuti sebanyak 4
rakaat. Subhanallah, rasanya hatiku semakin lapang.
Di kampungku dulu shalat tasbih
dilaksanakan di mushalla atau langgar di desa kami, setelah shalat tasbih ada
ceramah sedikit. Terus setelah itu ada pembagian nasi bungkus dari ibu-ibu yang
membawa dari rumah. Peraturannya memang begitu, setiap rumah membawa nasi
bungkus untuk dikumpulkan dan kemudian dibagikan lagi ke orang-orang yang
berhadir saat shalat tasbih. Kalau ada lebih bisa dibawa pulang untuk dimakan saat
sahur subuh esok harinya.
Begitulah, sedikit ceritaku
tentang shalat tasbih pada momen nisfu sya’ban tahun ini. Oya, artikel mengenai keduanya bisa dibaca disini. Dari beberapa referensi yang kubaca, artikel tersebut yang paling kupahami baik.
Posting Komentar
Posting Komentar