Seperti yang pernah kuceritakan
sebelumnya. Keluargaku merupakan kolektor kucing. Kucing lahir dan meninggal di
rumah kami. Sehingga pada suatu waktu tak pernah ada cerita kalau kamu tak
mempunyai kucing. Minimal ada satu yang bertahan, maksimal pernah ada hampir 9
ekor kucing kalau aku tak salah ingat dalam satu waktu.
Kami, terutama aku dan adikku,
juga suka memberi kucing-kucing tersebut nama. Nenek moyang kucing kami yang
sempat kuingat bernama Memet. Kucing tersebut sengaja kami bawa dari Banjarbaru
ketika keluarga kecil kami pindahan ke rumah nenek di kampung. Setelah itu anak
Memet kami beri nama Merry. Di generasi setelah Merry aku lupa nama-nama mereka
siapa.
Tapi ada beberapa nama kucing
yang berkesan bagi kami. Diantaranya yaitu Kentang, Kenting, Kentung. Lalu ada
yang bernama Rama, Mada, dan Dhani (pecahan dari kata Ramadhan).
Sekarang di rumah ada 3 ekor
kucing. Tidak diberi nama, tapi kami membedakan masing-masing di antara mereka
dengan “status” mereka di keluarga mereka. Ketiga ekor kucing tersebut kami
panggil dengan “mamanya”, “kakanya”, dan “adingnya”. (ading=adik)
Nah sekarang ini, si “kakanya”
baru saja melahirkan (tepatnya ketika hari raya Idul Fitri). Tiga ekor,
lagi-lagi. Kami belum berpikir untuk memberi nama. Selain aku dan adikku sudah
mulai kurang hobi karena sudah besar *eaaa, kucing yang punya nama sering
sekali mati muda. Itu sangat menyedihkan bagi kami.
Posting Komentar
Posting Komentar