Aku punya adik laki-laki. Kami hanya dua bersaudara. Sifat kami sangat bertolak belakang. Baginya, mungkin aku adalah seorang kakak pembawa rusuh. Aku bawel sekali menyuruh dia shalat, memaksa dia rajin belajar, mengingatkan dia agar selalu berbakti pada orang tua, melarang ia pacaran, menegur ia keluar malam. Sepertinya aku sangat menjengkalkan bagi dia.
Karena sebenarnya aku pun merasa begitu, dia sangat menjengkelkan sekali. Dengan jarak usia yang hanya terpisah tiga tahun, kami sering sekali bentrok pendapat dan adu mulut. Meski begitu, sungguh jauh di alam bawah sadarku. Aku menyayangi dia. Dengan caraku yang tak menyenangkan baginya, aku menyayangi dia.
Bukankah hanya aku satu-satunya saudara kandungnya di dunia? Jelas, aku bertanggung jawab untuk memperhatikannya. Kalau aku cuek-cuek saja, nah itu yang perlu dipertanyakan. Sementara misalnya, dengan orang lain aku sangat perhatian sedang dengan adik sendiri tidak. Ini banyak terjadi sekarang. Prinsip elo-elo gue-gue mulai merambah ke kehidupan antar-saudara, tidak lagi sekadar di lingkungan antar-tetangga.
Mungkin ini yang perlu dicermati oleh para orang tua. Mengondisikan keluarga terutama hubungan antar-saudara agar selalu akur menjadi pekerjaan rumah tambahan para orang tua. Karena jika dibiasakan sejak kecil mereka saling memahami dan perhatian dengan saudara, diharapkan di masa depan kehidupan mereka juga tetap harmonis.
Sebagai seorang saudara pun, sebaiknya kita mulai menyadari ini. Karena, jika bukan kita yang memperhatikan saudara kita sendiri, siapa lagi? Ayah-ibu bisa saja nanti pergi mendahului kita di dunia yang fana ini. Hanya tinggal kita dan saudara(2) kita yang merupakan keluarga dengan pertalian darah paling dekat. So, sayangilah saudaramu.
Posting Komentar
Posting Komentar