Dear masa depan,
Sekarang tanggal 26 November 2014, pukul 21.30 WITA. Aku merasa sendirian dan sepi, sehingga ingin menyuratimu.
Apa kabar aku di masa depan? Sekarang usiaku 22 tahun 8 bulan 20 hari. Hari-hariku disibukkan oleh skripsi. Hal ini sudah terjadi sejak April 2013 lalu. Hei, sudah satu setengah tahun ya?
Kabar baiknya, sekarang aku sudah menikah. Tepat satu bulan yang lalu, aku menikah dengan seorang lelaki yang penyabar dan penyayang. Meski satu minggu setelah hari pernikahan, aku harus kembali lagi menjalani rutinitas bersama skripsi. Meski juga sebenarnya target waktu menikahku adalah setelah lulus kuliah. Tapi apa daya, target kelulusanku selalu meleset. Oktober 2014 merupakan final dari toleransi targetku. Ketika akhirnya belum lulus juga, dengan berhusnuzan aku mantap untuk menikah sekarang.
Lagipula siapa yang bisa menjamin aku bisa lulus sebentar lagi? Sekarang saja, sepertinya aku terancam gagal ikut wisuda yang akan datang, Februari 2015. Deadline waktu sidang dari sekarang sangat mepet, sedangkan progress naskahku selambat siput. Tiga sahabat dekatku dapat dipastikan bisa mengikuti wisuda tersebut. Sempurna sudah kesedihanku. Apa aku punya pilihan lain, selain bertahan?
Kamu pasti penasaran apa gerangan yang memperlambat jalanku menuju sarjana. Kamu boleh berpikir apa pun, tapi yang jelas aku menolak untuk mengakui kalau yang kau tuduhkan keterlambatan ini karena kemalasanku. Aku hadir 5 hari seminggu di lab. Itu cukup menjelaskan kalau aku tak ingin berlama-lama menjadi mahasiswa angkatan tua. Selain itu, aku juga tak terima kalau dibilang kuliah lama sekali. Aku kuliah hanya 7 semester, sisanya hingga sekarang kuhabiskan untuk berkutat dengan makhluk 6 sks bernama skripsi ini.
Well masa depan, jika di sana nanti aku mengeluh karena sesuatu ingatkan aku kalau aku pernah menghadapi ujian hebat seperti ini. Cobaan yang bukan hanya menyedihkanku, tapi juga orang-orang di sekitarku. Jika aku berhasil melewatinya, bukan tak mungkin aku juga cukup kuat untuk menghadapi ujian-ujian yang lain.
Seandainya pula di masa depan nanti aku mendapat berkah berlimpah, juga ingatkan aku untuk selalu bersyukur. Bahwa kenikmatan tersebut tak mungkin tiba dengan suka rela. Mungkin saja ia hadir sebagai ganti dari kesedihan yang kualami sekarang.
Masa depan, sungguh aku penasaran denganmu di sana. Meski begitu, keinginan untuk mengetahui keadaanmu tetap tak bisa dikalahkan oleh keinginanku untuk tetap kuat berada di jalan yang seolah tak berujung ini.
Posting Komentar
Posting Komentar