Judul: De Liefde
Penulis: Afifah Afra
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Tahun terbit: 2010
|
Tak
mudah menjalani pembuangan di sebuah negeri asing, meskipun negeri itu adalah
negeri Belanda! Tempat ia pernah menyemai cita-cita menggali ilmu pengetahuan
setinggi-tingginya. Sekar Prembajoen tertatih-tatih menyusuri kehidupan yang
jauh dari dugaannya. Termasuk harus berurusan dengan Roesmini van de Brand,
seorang perempuan indo yang dijual oleh “ayahnya” di rumah pelacuran dan
menjalani affair dengan seorang anggota parlemen.
Tak
mudah untuk tetap mempertahankan semangat juang, di saat badai menerpa dari
segala penjuru. Membuat idealisme seperti barang tertawaan. Seperti yang
dialami Everdine Kareen Spinoza, pengacara yang memperjuangkan nasib kliennya,
Rinnah van de Brand yang ingin mendapatkan hak pengasuhan anaknya, meski ia
hanya seorang nyai Belanda.
Sekar
dan Everdine, di tengah perjuangannya melawan sistem hukum yang tak berpihak
pada kaum inlander, harus pula memperjuangkan arti sebuah kesetiaan. Karena,
cinta sejati memang begitu sulit diejawantahkan. Apakah Sekar, Everdine, dan
yang lain berhasil meramu sebuah de liefde, cinta yang menginspirasi perjuangan
mereka?
Dan,
siapakah sebenarnya keluarga Van de Brand itu? Mengapa di satu sisi Richard van
de Brand menjadi salah seorang yang sangat berkuasa di Hindia Belanda dan
memiliki peluang menjadi gubernur jenderal, bahkan perdana menteri, namun di
sisi lain ada Daalen van de Brand, kakaknya yang tergolek sebagai pecandu
narkotika di salah satu kamar sempit di Rumah Bordir de Lente? Mengapa
kakak-beradik yang sejak muda bermusuhan itu menempuh jalan hidup yang begitu
berbeda? Dan apa hubungan mereka dengan Rinnah van de Brand yang gila dengan Roesmini
van de Brand yang menjadi pelacur?
**
Fiuuh,
membaca novel kedua dari tetralogi De Winst ini sangat menguras emosi. Ada
terlalu banyak konflik yang tertera di sana. Meskipun judul kecil dari De
Liefde ini adalah Memoar Sekar Prembajoen,
namun ada juga banyak cerita tentang
kehidupan tokoh yang lain seperti Everdine dan Roesmini. Sedangkan tokoh utama
dalam novel De Winst, Rangga Poeroehita, tidak diceritakan dalam buku ini.
Ada beberapa tokoh baru yang muncul
dalam novel ini, seperti keluarga Van de Brand, John Piere Grijns, Garendi,
dan Sophie. Secara pribadi aku menyukai
tokoh baru yang bernama Joedhistira. Kehadirannya seperti jagoan-jagoan dalam
film thriller.
Dalam novel ini terjawab rasa
penasaranku tentang bagaimana reaksi ibunda Rangga ketika mengetahui suaminya
memiliki anak di luar nikah. Meski bukan reaksi langsung, karena yang tertulis
dalam novel ini adalah sang bunda memilih untuk merawat Pratiwi yang masih
belum pulih total dari sakitnya. Entah karena kebesaran hati sang ibu atau
karena rasa kesepian semenjak ditinggal meninggal sang suami dan Rangga,
sehingga beliau memutuskan untuk hidup bersama anak tirinya tersebut di
keraton.
Tema, setting, gaya penulisan, dan
hal-hal teknis lainnya de Liefde masih sama dengan de Winst. Termasuk ketidkhadiran
catatan kaki untuk istilah-istilah asing, seperti Tweede Kamer, ziekenhuis,
dan ledhek. Namun perbedaan yang
mencolok dari novel dengan tebal 454 halaman ini menurutku ada pada nuansanya.
Nuansa cinta menghiasi hampir
sebagian besar bagian dari novel ini. Nuansa cinta yang menggema dalam
bilik-bilik hati para tokoh, pada Sekar, pada Joedhistira, pada Everdine, pada
Garendi, pada Sophie, dan yang lainnya. Mungkin karena itulah novel ini
berjudul de Liefde; cinta.
Posting Komentar
Posting Komentar