Hari ini aku tersadarkan oleh seorang teman yang bertanya tanggal berapa wisuda. Aku mengecek jadwal yudisium dari kampus, ternyata wisuda untuk yudisium II yang inshaallah akan kuikuti dijadwalkan tanggal 22 Juni 2015. Tepat 3 bulan dari hari ini. Ayeye. Tentu saja bagiku 3 bulan dari total waktu yang kugunakan untuk menunggu (dan mengusahakan) hari itu tiba terasa sebentar saja lagi. Aku pun bisa mengatakan, akhirnya...
Meskipun sebenarnya perjalananku belum usai. Masih ada satu langkah lagi yang harus aku ambil. Sidang akhir skripsi. Maha dari segala ujian mahasiswa S1. Aku harus mengikat kepala kencang-kencang untuk menghadapi ini (sudah dari awal skripsi kalee, hehe). Sekarang sih masih proses revisi-revisi gitu. Plus aku sedang memaksa diriku untuk lebih banyak belajar. Karena di sidang akhir waktunya ujian komprehensif ilmu dari semester 1. Huhu.
Kilas balik perjalanan skripsiku yang luar biasa (Menurutku sih ya, kalian yang sekedar melihat atau mendengar ceritanya mungkin tidak merasa selebay aku. Hehe). Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk menyelesaikan mata kuliah 6 sks pamungkas syarat sarjana ini. Bayangkan saja aku berusaha sangat maksimal saat kuliah dan berhasil selalu mengambil SKS penuh tiap semester. Bahkan sejak semester 7 aku sudah mulai menggarap skripsi karena kuliahku hanya beberapa mata kuliah saja lagi, yang lain sudah kubabat habis di semester-semester sebelumnya. Well, sekarang aku sudah semester 10 dengan 6 sks skripsi setia menemani.
Aku senang menganalogikan perjalanan skripsiku ini dengan perjalanan menuju kereta. Aku bekerja keras mengumpulkan koin untuk ditukarkan dengan tiket kereta. Berkat kerja kerasku aku bisa mendapatkan jumlah yang kutargetkan dengan cepat. Selanjutnya aku pun bergegas berangkat dari rumah menuju stasiun, naik bus, dan berdesakan dengan banyak orang ketika sampai di stasiun. Sayangnya, antrian untuk membeli tiket keretanya sangat panjang. Sangat sangat sangat panjang. Aku perlu menunggu dua tahun untuk menukar uang yang kuperoleh dengan tiket yang akan membuatku berhak duduk di kursi kereta yang membawaku ke perjalanan selanjutnya.
Yah, disinilah aku sekarang sedang menunggu antrian mendapatkan tiket kereta. Aku pernah oleng, merasa tak sanggup lagi berdiri dan melanjutkan maju menuju loket pembelian tiket. Tapi nyatanya aku masih berada di sini, bertahan. Terima kasih untuk semua pihak yang mendukungku.
flasmaweb.blogspot.com |
Bukan hal yang mudah ketika aku dihadapkan pada fakta bahwa target kelulusanku selalu delay. Aku yang waktu itu masih sangat bersemangat menargetkan mampu lulus awal tahun 2014. Nyatanya, 4 kali targetku meleset. Tidak mungkin aku merasa baik-baik saja. Namun, tak semua kesedihan harus diumbar bukan?
Apalagi saat mengetahui bahwa awal tahun kemarin, 3 sahabat dekatku wisuda. Sedih. Sejak awal menjalin persahabatan dengan mereka, aku sudah membayangkan kita akan merayakan acara pelepasan bersama-sama, memegang trofi kelulusan dalam frame foto yang sama, menerima ijazah dan mengenakan toga di waktu dan tempat yang sama. Ah, sayangnya hal itu tidak dapat terjadi. Foto kami berempat terlihat ganjil dengan aku tanpa make up, trofi kelulusan, dan map berisi surat pernyataan lulus. Sekali lagi, ini mungkin terdengar lebay bagi yang tidak merasakannya sendiri.
Pertanyaan mengapa aku belum lulus pun menjadi begitu akrab satu tahun terakhir ini. Aku sudah terbiasa menjawabnya dengan senyuman. Hanya pertanyaan dari satu orang yang menggelisahkanku, dari mama. Meskipun pertanyaannya sama dengan yang lain, tapi jlebb nya di hati itu beda. Mungkin mama sudah tak sabar melihat anaknya diwisuda, begitu pikirku. Tentu saja aku tak bisa menjawabnya dengan hanya sekedar senyum, kujelaskanlah dengan pelan dan sesederhana mungkin apa yang menjadi rintangan kelulusanku selama ini agar beliau tahu keadaanku dan dapat mengerti posisiku. Bukankah wajar jika orang tua ingin tahu tentang perkembangan studi anaknya?
Ada banyak hikmah yang bisa kuambil dari sepotong episode akhir kuliahku ini. Bahwa manusia hanya dapat berencana, Tuhan yang menentukan. Bahwa mungkin aku memang belum selayak teman-teman yang sudah menyandang gelar di akhir nama mereka. Bahwa mungkin aku perlu ditempa lebih keras untuk kehidupan yang lebih baik. Bahwa orang-orang yang sayang padaku akan tetap mendukungku saat aku berada di titik terendah. Bahwa aku lebih banyak diberi waktu (sampai bosan) untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Kembali, aku disini sekarang sedang mengantri tiket naik kereta. Mungkin aku telah melewatkan banyak kereta yang telah berangkat, tapi bukankah selalu ada kereta selanjutnya yang bersedia membawamu ke tempat tujuan?
Posting Komentar
Posting Komentar