Ada banyak orang yang kaget waktu aku menyerahkan undangan resepsi pernikahanku. Hah, Rindang nikah? Memangnya dia punya pacar? Well, di kehidupan pribadiku yang misterius *plak, tak banyak memang yang tahu kalau aku sudah punya calon. Serius pula. Jadi, pengumuman kalau aku sudah ada yang punya itu ya seminggu sebelum resepsi.
Di usia yang tergolong masih muda (ngakunya), keputusanku untuk menikah mungkin memang mengejutkan semua orang. Masih belum wisuda pula. Rindang aneh, begitu mungkin pikir orang-orang. Meski agak tidak nyaman pada awalnya, lama-lama aku terbiasa juga dengan anggapan orang. Toh sejauh ini hidupku memang sepertinya out of the box, sering berbeda dengan kebanyakan orang. Selama masih dibenarkan agama, aku sih mencoba enjoy aja.
Ngomong-ngomong tentang agama, menikah tentu lebih disukai daripada hubungan tanpa ikatan (baca: pacaran). Apa bedanya antara nikah dan pacaran? Ada yang jawab, keduanya sama aja yang membedakan hanya akad nikah. Bukankah ada banyak pasangan yang "melewati batas" saat masih pacaran? Naudzubillah. Mengingat betapa repotnya kemarin aku dan keluarga mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan, hal ini memperlihatkan bahwa menikah dan hidup bersama itu sesuatu yang agung. Bukan sesuatu yang bisa didapatkan hanya dengan ungkapan "I Love You". Pun dengan mereka yang melewati batas, bukankah harusnya ada banyak proses untuk menghalalkan segalanya. Bukan hanya karena bujuk rayu setan yang terkutuk. Percaya saja, pacaran itu berbahaya. Sebaliknya, menikah itu membahagiakan.
Banyak teman yang bertanya bagaimana perasaanku setelah menikah. Perasaanku jadi lebih tenang, itu jawabanku. Segala keresahan yang kukhawatirkan sebelum menikah sirna. Tertutupi dengan awan-awan kebahagiaan. Menikah juga bagiku menjalin persahabatan dengan intens. Aku jadi punya teman diskusi. Suamiku bilang, dia senang karena dia tidak kesepian lagi. Dia memang anak tunggal. Jadi apa bedanya menikah dan pacaran? Kali ini jawabannya yang satu halal yang satu haram. Bukankah kegiatan mereka yang pacaran juga sama saja dengan yang menikah? Jalan bersama, makan bersama, nonton bersama, dan parahnya kita tidak pernah bisa memastikan apakah yang pacaran belum pernah tidur bersama. Sekali lagi, pacaran itu berbahaya.
Jadi yang muda-muda, hayuk segera menikah. Apalagi yang sudah dapat pasangan. Terlalu lama pacaran, kalau janur kuning belum melengkung masih ada kemungkinan dia bukan jodohmu. Galau masalah rezeki? Allah Maha Kaya. Dengan menikah, rezekimu akan bertambah. Wong kamu memuliakan sunnah nabi kok. Malah sebaliknya bukankah pacaran menghambur-hamburkan rezeki dengan sering traktir makan atau nonton?
Menikahlah. Kekhawatiran terhadap hal baik biasanya berasal dari setan. Karena akan berkurang jumlah manusia yang bisa dia goda untuk melakukan perbuatan zina. Hal-hal yang kau khawatirkan setelah menikah mungkin saja tak terjadi. Kamu perlu mencoba untuk mengetahuinya. Learning by doing. Percaya saja, aku sudah membuktikan.
Jangan menunggu sukses baru menikah, jangan menunggu mapan baru melamar anak orang, jangan menunggu kaya baru akad. Karena sesungguhnya menikah adalah awal dari perjalanan bukan akhir. Jika menikah adalah akhir, mati saja setelah menikah pun artinya tak apa bukan? Lagipula, kasihan anak-anakmu nanti jika kamu terlalu lambat untuk memutuskan menikah. Jarak antara kamu dan mereka terlalu jauh nanti. Kamu udah 40 tahun misalnya, anakmu baru SD. Bukan apa-apa, lingkungan dan sekolah pertama seorang anak adalah orang tuanya. Kalau orang tuanya kurang dekat dengan si anak atau tidak memahami kemajuan zaman gegara zaman kalian berbeda jauh dengan zaman perkembangan anak, ya itu tadi kasihan anak-anak.
Jadi yuk, yang sudah punya calon pasangan, restu, dan pekerjaan (untuk laki-laki), cepat disegerakan nikahnya. Membahagiakan hati, dapat pahala pula.
Nikah muda, inshaallah sukses!
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway 3rd Anniversary The Sultonation
Posting Komentar
Posting Komentar