Pagi minggu tiba, ada beberapa rencana yang ingin kulakukan bersama suami. Setelah beres-beres rumah dan mandi, berangkatlah kami ke undangan resepsi keponakan teman suami. Sampai disana, kita makan dan berbincang dengan tuan rumah serta tamu lain yang juga teman suami. Setelah dirasa cukup, meluncurlah kami ke rumah acil (tante, adik mama) dengan tujuan aku mampir disana dan suami mau ke rumah temannya sebentar ada barang yang diantar. Setelah urusan suami selesai, aku pun dijemput kembali.
Dimulailah petualangan kita sebenarnya, dari rumah acil kita menuju Birayang dan terus naik ke atas ke desa daerah pegunungan, tepatnya ke Desa Tandilang ibukota Kecamatan Batang Alai Timur. Sekitar 20 km dari Birayang, ibukota Kecamatan Batang Alai Selatan. Jalan menuju ke sana menanjak dan berkelok-kelok persis seperti di pegunungan, hanya saja jalannya sudah beraspal. Meskipun aspalnya pun mulai terkoyak di sana-sini membuat medan perjalanan makin sulit. Sebenarnya kami sudah ke daerah sini bulan lalu, tanggal 14 Oktober bertepatan dengan peringatan 1 Muharam. Kali ini tujuan kami adalah memenuhi undangan masak-makan teman suami yang punya kolam ikan di gunung.
Ketika baru memasuki Desa Tandilang, cobaan pertama datang. Ban depan motor kami bocor, bisa dibayangkan di tengah jalan yang di sampingnya tak ada rumah penduduk apalagi tukang tambal ban kami mengalami hal itu. Tak ada pilihan lain selain tetap mengendarai hingga perkampungan terdekat dan menemukan tempat tambal ban. Parahnya lagi, kami berpapasan dengan proyek pengaspalan jalan yang sedang berjalan. Jadilah motor terpaksa melewati tumpukan aspal yang belum kering. Aku, yang ngeri kalau tetap dibonceng memilih untuk turun dan berjalan di tepi jalan. Kesulitan lainnya kurasakan karena pakaian yang kupakai adalah gaun untuk menghadiri undangan resepsi, memakai wedges pula!
Sekitar 1 km kami berkendara, sampailah di tempat tambal ban. Beruntunglah paman tambal bannya ramah dan suka berbicara. Topik pembicaraan beliau dengan suamiku adalah tentang pemilihan bupati yang satu bulan lagi dilaksanakan. Beres menambal ban, kami pun langsung melanjutkan perjalanan. Namun malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih hujan turun dengan derasnya. Kami memilih untuk berteduh di tepi jalan yang ada semacam pondoknya, entahlah pondok apa. Sepertinya baru saja selesai dibangun. Dan yang terpenting itu sangat berguna bagi kami, musafir buntung =D Dengan gaya piknik, kami pun membentangkan jas hujan sebagai alas duduk dan mulai mengemil keripik yang untungnya sempat beli di jalan. Lumayan buat mengisi perut, soalnya perut mulai lapar karena waktu sudah menunjukkan jam 12 lewat.
Ketika hujan mulai berkurang derasnya kami pun memakai jas hujan sebagai pelindung di jalan. Lokasi yang dituju pun sebenarnya belum kami ketahui dengan pasti karena suami belum pernah ke sana. Berbekal peta arah yang dikirim temannya via sms kami mulai menerka-nerka dan mencoba jalan. By the way, di sana tidak ada sinyal sama sekali. Makin runyamlah urusan. Setelah terlewat sekali, jalan masuk menuju kolam ikan tersebut pun kami temukan. Di samping kolam tampaklah sebuah pondok bertingkat dua yang kokoh dan banyak oranh bernaung di dalamnya. Rupanya mereka adalah peserta acara masak-masak hari itu, dan tentu saja mereka sudah makan. Kami pun langsung disuguhi menu masakan hari itu, nikmat sekali makan saat lapar, hari hujan dan di tengah gunung. Eh lebih tepatnya di lembah karena kolamnya terletak di antara beberapa bukit. Indah banget.
Acara selanjutnya yang paling dinanti-nanti suami adalah memancing. Yeayy, dia memang suka mancing. Aku pun ikutan, yuhuuu lumayanlah menyumbang 2 ekor. Hehe.
Pengennya sih acara kayak gini bisa kontinu kami lakukan untuk refreshing jiwa dan otak yang lelah bekerja seminggu penuh.
Posting Komentar
Posting Komentar