Malam sebelum lebaran tahun lalu aku
diajak suami untuk mengelilingi Kota Barabai. Well, boleh dibilang ini momen
langka karena biasanya aku menghindari datang ke tempat orang banyak seperti
pada setiap malam lebaran. Ya, di kotaku malam lebaran dirayakan dengan
menyalakan beragam petasan. Mulai dari petasan kecil hingga yang ukurannya besar,
mulai dari yang harganya belasan ribu sampai yang harganya jutaan. Tumpah ruah
orang-orang turun ke jalan, mulai anak-anak kecil hingga kakek-nenek yang ingin
menyaksikan keramaian kota.
Jalanan macet euy |
Pak Polisi bersiaga untuk keamanan jalan |
Pusat letusan kembang api ditempatkan di Lapangan Dwi Warna, lapangan kebanggaan warga Barabai. Jalanan macet merayap di seputar lapangan. Alih-alih parkir dan turun ke lapangan, orang-orang yang mengendarai sepeda motor sengaja memperlambat laju motornya di jalanan untuk menyaksikan kembang api yang merona di atas lapangan. Belum lagi mobil yang juga seakan ikut pawai di malam lebaran. Yang mampu menyaingi keriuhan malam lebaran ini adalah malam tahun baru dan malam tanglong. Untuk acara yang terakhir biasanya diadakan pada malam ke-21 Ramadhan, malam salikur kata orang tua zaman dulu. Acaranya biasanya perlombaan hiasan bertema Islami yang diarak di sepanjang jalan-jalan utama Kota Barabai semacam Karnaval Ramadhan.
Suasana tahun baru di Kota Barabai |
Masyarakat memenuhi tepi jalan untuk menyaksikan kembang api |
Pada malam tahun baru itu aku dan suami hanya sekedar ikut lewat dan mampir untuk makan malam di sebuah warung. Setelah itu dengan santai pulang berkendara menuju rumah dengan mencari jalan pintas yang tidak banyak dilewati orang banyak.
Posting Komentar
Posting Komentar