Landscape pegunungan Meratus dari puncak Gunung Titi |
Gunung Titi terletak di Kecamatan Limpasu, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan. Berjarak sekitar 1 jam dari Kota Barabai, ibukota Kab. HST. Puncak Gunung Titi dapat dicapai dari dua jalur pendakian. Jalur pertama dari Desa Hawang dan jalur kedua dari Desa Pihandam. Dari Desa Hawang tanjakannya lebih landai daripada dari Desa Pihandam sehingga banyak pendaki yang memulai pendakian ke Gunung Titi dari desa ini. Seperti yang aku dan rombongan lakukan pada akhir pekan lalu.
Aku ke sana bersama suami dan teman serta anak-anak pramuka
bimbingan suamiku. Jumlahnya 12 orang, 3 orang menyusul saat malam hari. Kami
berangkat dari rumah jam 05.45 sore. Ya, sudah hampir senja memang. Dari rumahku menuju Desa Hawang tidak terlalu jauh, hanya dibutuhkan waktu kurang lebih setengah jam.
Di Desa Hawang, kami berbelok ke jalan setapak di sebelah kiri. Dari sanalah jalur pendakian menuju Gunung Titi dimulai. Dari sana kami masih bisa
menggunakan motor. Medannya cukup berat, kebanyakan menanjak dengan kontur jalan yang tidak mulus. Di kanan kiri jalan terhampar luas perkebunan karet milik warga sekitar. Sebagai penumpang, kadang aku harus turun dari motor karena tanjakan yang curam, agar motor dapat lebih mudah melewatinya. Bagi
Ride ini adalah petualangan pertamanya dibawa trekking di jalanan non-aspal.
Siap untuk petualangan pertama |
Azan maghrib bergema saat kami belum sampai di tempat tujuan. Suasana
hutan yang mulai gelap membuat kami harus fokus agar tetap selamat di perjalanan, karena medan yang tak dapat kami lihat selain dari sorot lampu motor. Terkadang aku melihat sekeliling untuk memastikan bahwa tak ada yang hal yang berbahaya di sekitar kami sambil berdoa dalam hati semoga kami selamat sampai ke tujuan juga hingga balik nanti.
Sekitar 4 km berkendara dengan medan menanjak tersebut sampailah kami di tanah yang agak lapang. Kami memutuskan untuk berkemah di sana dan berencana menuju puncak ketika fajar nanti. Sebenarnya tempat kami berkemah tersebut masih merupakan bagian dari jalan namun karena ada tanah lapang kami bisa mengambil tempat untuk mendirikan tenda dan parkir sepeda motor. Dari tempat kami berkemah, pemandangan di bawah sana terlihat dengan jelas karena lokasi kami sudah di ketinggian dan di salah satu sisinya lapang tanpa pepohonan.
Selesai urusan mendirikan tenda dan shalat, beberapa anak
menyalakan api untuk memasak air. Api unggun juga kami nyalakan sebagai tambahan penerangan. Setelah itu kami makan bekal yang
dibawa. Aku makan mie instan bekuhup. Nikmat sekali rasanya menikmati mie instan rasa soto banjar limau
kuit di pegunungan seperti ini. Sekedar sharing, kalau kamu berniat untuk menyambangi Gunung Titi, sebaiknya bawa air mineral ataupun air keran yang banyak. Karena tak ada sumber air di sana. Seperti yang kami alami kemarin, air mineral yang kami bawa sangat multifungsi, bisa untuk minum, berwudhu, dan bahkan untuk buang air. Meski banyak persediaan, menghemat air adalah sesuatu yang mutlak saat berada jauh dari sumber air.
Malam mulai matang bertandang ke area perkemahan kami.
Suasana gelap menyelimuti sekeliling. Beruntung aki yang dibawa suamiku
menjalankan fungsinya dengan baik, sehingga bola lampu dapat menyala dengan
terang. Agenda malam dimulai, masing-masing membentuk kelompok dengan beragam aktivitas. Anak-anak
pramuka kebanyakan mengerubungi api unggun sambil ngobrol. Ada juga yang
rebahan dihammock. Suamiku dan teman-temannya mulai “berpesta” dengan main
kartu, itu adalah kegiatan favorit mereka setiap camping. Aku sendiri lebih
milih membaca e-book di dalam tenda sambil menikmati udara perkemahan yang nostalgic. Tak lama kemudian, aku mulai tertidur meski tak lelap.
Subuh tiba, jam 04.30 kami mulai bersiap untuk mendaki puncak. Motor,
tenda, dan barang-barang bervolume besar kami tinggalkan di lokasi perkemahan. Hanya dompet, hp, dan air minum yang kami bawa. Di tengah kegelapan
kami mulai berjalan, aku yang masih belum 100% sadar dari tidur terantuk-antuk batu. Sekarang baru terasa sakitnya kakiku.
Ini pose masih ngantuk sebelum hiking menuju puncak |
Ternyata puncak yang kami tuju cukup jauh. Kalau tidak salah kami harus melewati
2 bukit terlebih dahulu untuk sampai di sana. Di bukit ketiga kami berhenti setelah berjalan
sekitar 45 menit dari tempat kami berkemah. Selama perjalanan menuju puncak bukit tersebut, kami bertemu
dengan 2 kelompok pendaki yang berkemah di bagian lapang bukit yang kedua dan ketiga.
Di puncak tujuan kami menanti pagi, menanti matahari. Kami ngobrol sambil duduk dan
rebahan di rerumputan saat berkas cahaya mulai muncul di ufuk timur. Kabut
membuatnya tidak terlalu kelihatan, tapi suasana remang pagi memperlihatkan
pemandangan yang luar biasa indahnya. Di depan dan belakang kami terbentang
landscape dataran rendah, dari beberapa lampu yang masih menyala dan tower
sinyal kami bisa memperkirakan nama desa/kota daerah-daerah tersebut. Sedangkan di kanan-kiri
kami perbukitan berjejer dengan rapi. Nun jauh di depan
sana, puncak Halau-Halau, puncak tertinggi di Kalimantan berdiri dengan gagahnya.
Anak-anak pramuka berjalan menuju bukit yang lebih jauh dari tempat kami berdiri, mau foto-foto katanya. Sekitar setengah jam kami disana
dan ngobrol dengan kelompok pendaki yang camping disana. Setelah itu kami berjalan menuju perkemahan sambil menikmati pemandangan yang dipersembahkan oleh pagi. Dalam keadaan
terang seperti ini, jalan dan pemandangan di bawah perbukitan terlihat lebih jelas. Di
sebelah kiri kami, jurang terbentang dengan luas namun di seberang jurang
tersebut pemandangan gunung berlapis-lapis membentuk horizon yang sangat indah.
Di satu titik kami berhenti untuk menikmati pemandangan indah tersebut.
Nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan? |
Setelah sampai di perkemahan, kami sarapan
seadanya sekalian ngobrol dan bercanda. Keseruan dalam kebersamaan inilah yang biasanya membuat aku kangen dengan suasana perkemahan. Tidak lama kemudian kami beres-beres dan bersiap kembali pulang ke rumah. Ah, senangnya bisa menghabiskan weekend di Gunung Titi.
Posting Komentar
Posting Komentar