Hai, semuanya.
Aku baru pulang traveling nih. Gak murni traveling sih sebenernya, tapi dalam
rangka tugas lapangan. Tepatnya sampling udara ambient di dua perusahaan tambang
bagian Rimau Grup. Lokasinya sendiri ada di Kabupaten Barito Timur, orang-orang
biasanya menyebutnya Tamiang Layang karena itu adalah ibu kota kabupatennya.
Padahal kota Tamiyang Layang sendiri kecil saja dan tidak seluas kabupaten yang
kujelajahi selama 3 hari 2 malam ini.
Sebelumnya, aku
belum pernah ke kabupaten ini. Makanya sejak direncanain kami berangkat ke sana
aku merasa worth it banget meski tidak
berani banyak berekspekstasi karena aku tahu Tamiang Layang sendiri adalah kota
kecil dan Barito Timur adalah kabupaten pemekaran dari kabupaten Barito Selatan
yang ibukotanya adalah Buntok.
Janji berangkat
jam 7 pada tanggal 27 Desember 2017, terealisasi menjadi jam 9 pagi. Heuu.
Setelah berbagai kendala akhirnya kita sampai di Kota Tamiang Layang dalam
waktu 2,5 jam. Rute yang kami tempuh adalah Barabai-Ilung-Lampihong-Jalan
tembus Lampihong-Kelua-Tamiang Layang. Oya, aku paling terkesan dengan Desa
Jaar yaitu salah satu desa pertama yang kami lewati setelah memasuki perbatasan
Kalsel-Kalteng. Karena penduduknya mayoritas kristen, pemandangan yang jarang
di visualku. Hiasan natal di pintu rumah dan adanya rumah ibadah berupa gereja
menjadi penyambutan yang unik bagi mata kami.
Dari Kota
Tamiang Layang, kami diarahkan ke area tambang dan disambut di kantor Rimau
Grup. Kita masuk di ruangan KTT (Kepala Teknik Tambang). Setelah induksi, kita
langsung mengadakan pengukuran udara di
titik pertama yaitu di depan kantor mereka. Setelah itu kami diarahkan ke
hotel, check in dan sebagainya lalu
dijamu makan siang. Kali ini aku makan ayam bakar mentega dan es jeruk. Nikmat.
Dari rumah
makan, kami langsung menuju area tambang lagi. Di sebelah kantor Kemenag Barito
Timur ada sebuah masjid besar, kami mampir di sana. Oh oh, ternyata masjidnya
dikunci. Sepertinya belum bisa dipakai karena proses pengerjaannya belum
selesai. Padahal kalau kuncinya dibuka kita tetap bisa shalat. Akhirnya kami
melanjutkan perjalanan dan mampir lagi di sebuah masjid di samping Kantor Polres.
Alhamdulillah, kali ini masjidnya bisa dishalati.
Dari sana kami
langsung ke area tambang PT. SEM tepatnya di Pit Janah Jari. Wih, aku langsung excited melihat hexa dan alat berat
lainnya beroperasi. Setelah pengukuran selesai, kami langsung ke lokasi ke-3 di
mana itu adalah menjadi lokasi terakhir kami hari itu. Tepatnya di depan kantor
PT. SEM. Debunya banyak di sini rek,
letaknya macam di bundaran jalan hauling gitu sih. Nah, di sini kita bisa
numpang shalat.
Dari sana kami
mampir lagi di kantor Rimau karena menitipkan alat-alat pengukur kualitas
udara. Soalnya meski bak tertutup milik mobil yang kita bawa tapi tetap waspada
kalau ada apa-apa selama parkir semalaman di hotel. Oya, hotel yang kita inapi ini
namanya Wahyu Perdana.
Setelah membersihkan
diri dan shalat, kami dijemput untuk makan malam ke sebuah rumah makan chinese.
Di sini aku pesan mie goreng seafood spesial dan cappucino. Aku puas. Senangnya
lagi, di sana kami bisa foto-foto karena ada hiasan pohon natalnya. Hehe.
Balik ke hotel
dan masuk kamar. Aku ngobrol-ngobrol dengan teman sekamar. Susah banget tidur,
padahal tubuh capek. Besok pun ada titik yang jauh. Tapi mata nggak bisa diajak
kompromi pikiran juga terus melayang. Mungkin efek tempat baru kali ya.
Pagi harinya
kami sarapan di hotel. Untunglah menu dan rasanya enak. Pagi itu aku makan
capcay dan ayam tepung plus segelas kopi. Jam 8 kami berangkat. Oh iya, di Tamiyang
berlaku zona waktu WIB seperti daerah Kalteng lainnya. Jadilah kami agak
bingung menyesuaikan waktu, karena terbiasa di WITA. Pas kami sampai ke
kantornya, jam masih menunjukkan pukul 7 wich
is kepagian.
Setelah menunggu
beberapa lama, kami pun memasukkan alat-alat (besar) ke mobil dan langsung berangkat
ke lokasi 4 yaitu pit yang sedang beroperasi, aku lupa namanya karena pakai
angka dan blok gitu. Karena semalam habis hujan, jadinya tanah becek sekali.
Sepatu safetyku jadi berbalut lumpur semua. Pulang dari sana, pemandu kita baik banget
mempersilakan kita foto-foto di hexa yang berhenti. Ah, aku suka banget hexa
jenis kepala anjing ini. Lehernya luwes banget gitu. Aslinya ternyata tinggi
sekali, soalnya aku nyoba naik ke atasnya untuk pose terbaik. Haha.
Dari sana kami
ke lokasi ke-5 yaitu Stock Room yaitu tempat penumpukan batu bara. Di sini
kalau di lab, mungkin ruang mikro. Harus steril, ga boleh merokok dan
buang sampah. Dari sana kita
langsung mencari makan siang ke arah
kota Tamiyang lagi. Kali ini si pemandu menantang temanku buat nyoba pedasnya
ayam geprek zontour. Ish, aku yang memang gak suka pedas sama sekali gak
tertarik. Jadi aku pesan ayam geprek level 1 saja plus teh hangat. Itu pun
sudah pedas sekali di lidahku. Bagaimana yang level 50 ya seperti yang disantap
oleh Pak Alfi dan Ka Mita? Ka Mita saja sampai tak berani menghabiskan karena
takut sakit perut, sedang ternyata Pak Alfi ludes memakan semuanya.
Dari rumah makan
ayam geprek kami ke hotel buat shalat zuhur. Dari sanalah sebuah petualangan
baru dimulai, kami diajak ke pelabuhan karena di sanalah titik ke-6. Selama
satu jam kami melewati jalan bergelombang tanpa aspal. Di kanan kiri jalan
hanya hutan belantara dan rawa. Beberapa ada pondok dan sarang burung walet.
Ada juga danau yang terbentuk di atas tanah berwarna putih. Wuah berasa di luar
negeri. Sebelum sampai di tujuan kami berbelok dan sampai di hauling road, jalan
seharusnya di mana kami lewat. Kalau kita lewat sana bisa memakan waktu hampir
dua jam.
Sampai di kantor
pelabuhannya kita langsung pengukuran sekalian shalat ashar. Di depan halaman
kantor tersebut juga ada stock pile/room jadi lumayan bising dan aktivitasnya
padat. Sayang banget sebenarnya kita sama sekali nggak melihat sungai barito
dan pelabuhannya. Eh, tak disangka, aku ketemu sama temanku waktu SMP dulu. Dia
jadi security di sana. Sudah punya
istri dan anak katanya. Rumahnya juga di dekat pelabuhan. Wah, kebetulan yang
tak diduga-duga.
Pulang dari sana
kita lewat jalan yang sama dan mencuri waktu mampir di danau berwarna turqouise.
Ah, aku mudah jatuh cinta sama pemandangan alam indah begini. Dari sana kita ke
kantor Rimau lagi, nitip alat dan balik ke hotel.
Malamnya kita
makan di rumah makan yang sama dengan makan siang hari pertama tapi beda
cabang. Yang ini letaknya lebih ke kota. Kali ini aku pilih mie ayam hati dan
jus alpukat. Astaga jusnya pahit sekali. Tidak enak. Hiks. Malam itu aku jauh
lebih nyenyak tidur dibandingkan dengan malam pertama.
Hari ketiga
tiba, kita ke kantor Rimau lagi. Seperti kemarin, kami kepagian. Mereka di sana
Safety Talks dulu. Pihak dari PT. GEA yang jemput pun belum datang. Urusan
administrasi kami bereskan saat itu juga sehingga kami bisa langsung berpamitan
dengan pihak Rimau.
Perjalanan
menuju PT. GEA ternyata seru sekali, meskipun lewat jalan kota, tidak jalan
hauling. Rutenya adalah Pasar Panas-Bentot-Lalap. Nah, di Desa Lalap inilah
kantor PT. GEA bersemayam. Tepat di tengah hutan dan di atas gunung!
Setelah induksi
sebentar, kita makan siang. Karena waktunya juga sudah siang. Oya, di sini soal
waktu lebih membingungkan lagi. Waktu kami tanya di resepsionisnya, jam di sini
WITA atau WIB . Mereka jawab ngikut di Tamiyang (WIB) karena kami harus ngisi
jam kedatangan di buku tamu, tapi waktu kulihat di jam tanganku jam 12 WITA
mereka pun menyebutkan sekarang jam 12. Di ruang induksi, mereka di sana bilang
jam di sini ngikut Tanjung (kota di Prov Kalsel yang terdekat dari sana yang
artinya waktunya WITA). Secara administratif, gunung ini mungkin milik Kalteng
tapi jarak dan waktu lebih mendekati Kalsel. Tipe-tipe desanya mungkin mirip
Desa Juhu di Kabupaten HST.
Setelah makan
siang, kami pun melakukan pengukuran udara di lokasi pertama yaitu di depan
kantor GEA sambil bergantian shalat zuhur. Btw,
yang cowok tidak bisa ikut jumatan waktu itu karena jarak ke masjid terdekat
sekitar setengah jam. Satu jam kalau bolak-balik. Dan juga bis yang membawa
mereka ke masjid juga sudah berangkat.
Lokasi kedua
berada di Stock Pile. Hujan datang sebentar. Kami pun bergegas ke lokasi
terakhir. Ternyata di titik inilah puncak kekagumanku tiba. Kami langsung masuk
ke dalam pit nya! Yang berputar-putar itu loh jalannya! Wah, aku amaze banget. Nggak rugi didatengin
jauh-jauh kalau pengalaman yang didapat bisa se wah ini. Sayangnya, di sana
kami tak bisa bebas berfoto. Safety first.
Pulang dari sana
kami kembali melewati hutan belantara dengan jalan hauling tanpa aspal becek
dan di kanan kiri hutan belantara. Aku yang suka memerhatikan kiri jalan terkagum-kagum.
Ada banyak spesies tumbuhan ynag familiar di masa kecilku. Namun, sebagian
besar aku tak tahu namanya. Pokoknya kalau ke sini pas banget dijadikan tempat
penelitian ekologi tumbuhan atau biokonservasi.
Setelah keluar
dari Desa Lalap, kami masuk ke Desa Bentot yang masih satu kecamatan yaitu
Petangkeh Tutui. Mengikuti rute yang disebutkan oleh driver PT. GEA kami pun melewati jalan lurus yang semuanya belum
pernah kami temui. Ternyata kami keluar di Desa Kambitin yang sudah masuk
kabupaten Tabalong, Kalsel. Sedikit menggunakan google map akhirnya kami tiba di masjid pasar Tanjung dekat taman
kota. Dari sana kami menuju tugu obor, belok kanan, dan lurus hingga mampir di
masjid Al-Akbar Paringin untuk shalat maghrib.
Setelah shalat
kami pun melanjutkan perjalanan. Makan malam di warung makan itik panggang Ilung
dengan menu teh panas dan itik panggang. Sedapnya. Karena kami mulai kelaparan.
Karena rumahku sudah dekat, jadi aku minta jeput suami di warung makan tersebut
setelah kami selesai makan. Setelah berpamitan dan berpisah dengan teman-teman,
maka petualangan kami berakhir sejak saat itu.
Terima kasih
Allah, sudah memberikanku kesempatana untuk merasakan pengalaman semenyenangkan
ini.
Wih itu apa nama kendaraan yang gede kuning di bagian akhir tulisan? Looks great xD
BalasHapusAku juga kurang tahu, kayaknya sih dump truck mbak.
HapusKa Rindang setrooong... Perempuan di lokasi proyek gini menurutku keren banget.
BalasHapusAyahku dulu juga pertambangan di Batulicin, ka. Mendengarkan kisah-kisah beliau tentang kerasnya pekerjaan di lapangan membuatku takjub.
Oh iya, salut juga sama tetap disiplin menjalankan sholatnya.
Btw, kaka-kaka, kaya di banua mengiau. Wkwkwk
Iya ae, urang banua sebarataan di sini ;)
HapusAku malah salfok sama mesjid yg dikunci dan cerita makan-makan nya 😅 memang yaa susah kalau kita mau shalat biasanya ada tempat2 trtentu yg mesjidnya dikunci itu menyulitkan kita utk ibadah,mungkin jg karena pengalamn yg kurang enak disana.salut dgn org yg wlwpun sedang ada pekerjaan ttp menyempatkn utk shalat.
BalasHapuswww.dinalangkar.com
Beda daerah, beda kebiasaan ya Mbak. Meskipun termasuk dekat dari Barabai, kebiasaan orang di daerah sini ternyata cukup berbeda.
HapusSerunyaaa bisa keliling Kalselteng. Dan danaunya itu cantik banget ih 😍
BalasHapusDekat ini lokasinya dari Tanjung mbak Gita ...
HapusDuh rame banget kayanya mba rindang.. Kaya my trip my adventure aja.. Makanannya jg kayanya enak2 bgt slama dsana..
BalasHapusAku blm prnh ke pelosok kalimantan, next aku pengen coba deh heehe
Yuk, Lisa jalan-jalan ke pelosok Kalimantan. Banyak hal seru menunggu.
HapusKerennya bisa jalan2 gini.. Aku pengen banget loh jalan sampe jembatan barito sendirian pake sepeda dan it blm kesampean.. �� next time kalo jalan2 ajak aku y mba..hihi..*elu siapa? ��
BalasHapusDicoba sesekali Mbak, seru lho. Yuk, nanti kuajak yaaa
HapusTernyata mba rindang ini, wanita yang strong sekali. Hutan belantara itu ada harimau nya ga mba? 😰
BalasHapusHaa, gak ada kok Ya. Sudah banyak manusia yang masuk hutan masalahnya.
HapusAku ga pernah sama sekali perjalanan seperti itu dan aku iri sama org dgn perjalanan berdebu spt itu tetapi kulit tetap bersih kaya mbak Rindang. *eh aku gagal fokus ke kulitnya, emang naluri beauty blogger wkwkwkwk
BalasHapusBeauty blogger sejati Rima memang. Jerawatan jua ai Rima aku kalau habis kerja lapangan kayak gini.
HapusWah Rindang kerjanya di bidang tambang ya. Keren euy
BalasHapusGak sih ka, tapi bidang pemantauan lingkungan.
HapusJadi kangen sama tambang. Di tengah open pit yang luas sekali dan panasnya ampun2an. Haul truck/Dump truck yang segede gaban dan kita bagai seonggok semut saja dibanding ban rodanya, hehe!
BalasHapusKeep safe and have fun, mbak :)
Wah kerennya Mbak lena pernah kerja di tambang. Bagian apa dulu mbak?
Hapus