The Destinaseans adalah buku antologi bergenre travelling. Ditulis oleh 10 orang traveller yang berjalan-jalan di sepuluh
negara Asean. Setiap orang menuliskan dua pengalamannya. Semua ceritanya
kusuka, terutama cerita oleh Puti Karina. Bahasanya unik dan isinya hangat.
Setelah membaca dua tulisan ini, aku jadi kepo dan stalking IG dan blog penulis
ini. Masih aktif menulis ternyata, keren.
Salah satu kutipan dari tulisan Puti Karina yang berjudul “Ketika
di Ayutthaya”:
“Karena Tuhan yang aku percaya menciptakan segalanya; maka Dia tahu jalan terbaik untuk memusnahkannya.”(hal 129)
Tulisan lainnya yang kusuka dari buku ini adalah tulisan yang
berjudul “Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sum-pah Gue Pusing”. Yup, Indonesia
juga termasuk di dalam sepuluh negara yang menjadi destinasi dalam buku ini.
Tulisan yang ditulis oleh Adis Takdos ini bercerita tentang pengalamannya
keliling dua provinsi Sumatra. Selain isi tulisannya yang berkesan, bahasa yang
ia gunakan juga mengesankan. Kocak tapi berisi.
Judul: The Destinasean
Penulis: Ariev Rahman
Penerbit: B-First
Tahun terbit: 2013
|
Buku ini dibagi menjadi 4 bagian utama, yaitu People-Culture,
City, History, dan Nature. Bagian yang agak menakutkan ada di History karena
kebanyakan destinasi yang dikunjungi adalah tempat-tempat saat perang yang
memiliki kisah mengerikan. Seperti Chi-Chi Tunnels yang menjadi tempat
persembunyian warga Vietnam selama 20 tahun di masa perang. Selain itu juga ada
kuburan massal mengerikan di Phnom Penh, Kamboja.
Gaya bahasa yang digunakan di buku ini berbeda-beda, tergantung
penulisnya. Namun, rata-rata menggunakan bahasa yang ringan dan agak gaul. Sehingga
waktu membaca buku ini aku merasa sedang tamasya saja. Meski memuat berbagai
fakta sejarah dan kebudayaan beberapa negara. Kecuali, ketika membaca tulisan
yang berjudul “Contemplation in a Harsh Land” oleh Adam Poskitt. Ini agak
merenung dikit, english version soalnya.
Aku membaca buku ini dengan metode melompat-lompat, tidak
berurutan sesuai halaman tapi sesuai penulisnya. Enggak tahu kenapa, rasanya
ingin saja. Mungkin karena aku ingin kesan gaya bahasa satu penulis jangan
hilang ketimpa penulis yang lain.
Pesan utama buku ini adalah berjalan-jalanlah, maka kamu akan mendapatkan
banyak pengalaman dan pembelajaran baru.
“You can’t swim in a town this shallow – you will most assuredly drown tomorrow. (hal 5)”
aku juga suka baca buku soal kisah nyata ato pengalaman travelling gini, tp aku ngerasa kok susahya dapetinnya... hehe
BalasHapus