Hari libur bagi sebagian besar orang adalah hal
yang menyenangkan. Namun tidak bagi seorang perempuan pekerja yang libur di
hari Sabtu dan Minggu. Ia tidak suka di rumah. Ia jauh lebih senang bekerja di
luar rumah. Menggeluti passion dan
menguatkan eksistensinya.
Pada hari Sabtu, ia menjadi penghuni tunggal di
rumahnya sendiri. Suaminya pergi bekerja. Ia berada di rumah untuk menunggu
imamnya. Berbeda dengan hari Minggu, ia bisa mengajak suaminya keluar dengan
alasan apapun.
Senin hingga Jumat adalah hidupnya. Ia bergelung
dengan kesibukan yang mengasyikkan. Sabtu, ia harus sendirian. Mengerjakan pekerjaan
rumah yang ia sebisa mungkin ia hindari.
Di hari Sabtu, ia melakukan apapun yang biasa
dilakukan oleh perempuan lainnya. Namun, ia tidak terbiasa. Ia sadar ia tidak
normal. Namun memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan hari Sabtunya di hari
lain juga akan membuatnya tidak waras.
Perempuan itu menunggu suaminya pulang pada hari
Sabtu. Benar-benar menunggu di rumah. Tidak seperti di hari lainnya yang ia
merasa sudah terlalu lelah bahkan untuk menunggu.
Hari Sabtu, bagi perempuan itu adalah hari di mana
ia menjadi istri yang sesungguhnya. Sayang, ia tidak suka. Ia tidak benci
siapapun. Ia hanya tidak suka rutinitas perempuan Sunday to Sunday.
Perempuan di hari Sabtu bersyukur memiliki suami
yang memahaminya. Ia tidak tahu jika bagaimana jika ia menikah dengan pria
lain. Ia mungkin tidak menjalankan perannya seminggu sekali, tapi setiap
hari.[]
Posting Komentar
Posting Komentar