Setiap orang menurutku pasti punya koleksi barang
kesukaan. Entah itu mainan, pajangan, atau bahkan barang pokok tapi dalam
jumlah besar. Pada saat kapan suatu barang bisa disebut koleksi? Menurutku
adalah ketika barang tersebut tidak dibutuhkan tapi kita banyak memilikinya.
Baju, misalnya, meskipun banyak tapi karena kita membutuhkannya jadi belum bisa disebut koleksi. Lain halnya jika
kita memiliki satu jenis pakaian, misalnya jaket, dalam jumlah banyak padahal
hanya dipakai sesekali. Nah, itu menurutku bisa disebut mengoleksi.
Aku pernah menonton acara televisi yang menyiarkan
seorang kolektor penghapus pensil. Koleksi penghapus pensilnya sangat banyak
dengan bentuk yang lucu-lucu. Ia berburu penghapus sampai keluar negeri. Hal
yang membuatku tersenyum adalah ada di antara koleksi penghapus pensilnya yang
mengingatkanku pada masa kanak-kanak. Penghapus tersebut berbentuk kotak dan
ada huruf tertentu di atasnya disertai dengan gambar yang diawali oleh huruf
tersebut dalam bahasa Inggris. Karena langkanya orang yang mengoleksi penghapus
pensil di seluruh dunia, maka si kolektor bingung menamai dirinya apa ketika si
pembawa acara bertanya apa sebutan untuk kolektor penghapus. Ia kemudian
berpikir sebentar dan menjawab Eraserian.
Dulu waktu kecil yang kukoleksi adalah kelereng
dan boneka kertas (bepe). Kelereng itu sebenarnya punya adikku tapi aku suka
mengumpulkannya. Karena bukan milikku sendiri, akhirnya aku tidak bisa
mendeteksi kemana kelereng-kelereng tersebut. Boneka kertas (bepe) sendiri pada
zamanku adalah koleksi anak perempuan yang paling hits. Aku mengoleksi banyak
karakter beserta baju-baju cantiknya. Menjelang remaja, koleksi-koleksiku
tersebut raib karena memang tidak lagi kupedulikan penyimpanannya.
Beberapa anak zaman sekarang koleksinya lebih
ajaib lagi, squishy. Sejenis boneka
dari bahan tertentu yang bisa diremas-remas,
tapi bisa kembali pada bentuknya semula. Beberapa anak juga mengoleksi
keping-keping lego yang dirangkai menjadi bentuk tertentu. Kedua koleksi mainan
ini, squishy dan lego terkenal dengan
harganya yang cukup mahal.
Hingga sekarang, koleksi barang yang masih
bertahan di rumahku adalah buku. Jumlahnya sudah banyak sekali. Waktu kuliah
aku membeli buku dengan jumlah tak terkendali karena akses ke toko buku offline dan online cukup mudah. Karena jumlahnya yang membludak, sekarang aku
malah butuh satu rak buku lagi untuk menampungnya.
Sebenarnya, aku juga punya barang koleksi lain
yaitu gantungan kunci. Gantungan kunci dari oleh-oleh teman atau aku beli
karena bentuknya yang lucu biasanya enggak berfungsi benar-benar sebagai
gantungan kunci. Kukumpulkan saja dalam satu tempat dan kutengok ketika ingin.
selain itu, souvenir dari suatu kota
juga senang kukumpulkan. Hanya saja jumlahnya masih kurang banyak karena aku
memang belum banyak travelling-nya.
Yang agak absurd,
aku adalah pengoleksi kertas undangan bekas. Lucu aja, sayang kalau dibuang.
Apalagi desain dan jenis kertas undangan biasanya bagus-bagus. Suatu hari kalau
aku punya banyak waktu luang aku mau bikin DIY. Yang lebih absurd lagi temannya temanku adalah seorang kolektor kertas kado.
Menurut pengakuannya desain-desain di atas kertas kado itu cantik-cantik, jadi
sayang kalau nggak dikumpulkan. Aku bisa memahami itu, sih.
Jadi, apakah mengoleksi barang itu penting?
Menurutku sih penting, asal rapi dan tetap memperhatikan uang belanja untuk
kebutuhan pokok. Beli-beli barang koleksi hanya jika kebutuhan pokok sudah
terpenuhi. Bahkan kalau bisa, koleksilah barang-barang yang bernilai investasi
sehingga bisa diuangkan jika dalam keadaan terdesak. Suamiku sendiri mengoleksi
radio-radio jenis reg. Beberapa kali
aku memperhatikan ketika ia menjual salah satu atau beberapa koleksi radionya
tersebut, harga jualnya malah lebih mahal daripada harga beli. Katanya sih
karena keberadaannya yang langka.
Mengoleksi barang itu penting karena dapat
membahagiakan hati. Di antara semrawutnya dunia, koleksi barang-barang yang
kita sayang dapat mengalihkan kejenuhan kita. Setuju? []
#BPN30DayBlogChallenge #Day11
Posting Komentar
Posting Komentar