Kali ini aku akan me-review sebuah cerpen dari Gde Aryantha Soethama yang berjudul Bertemu Batu. Cerpen ini diterbitkan di Kompas pada tanggal 18 November 2018. Cerpen ini sangat singkat, hanya lima paragraf dan hanya butuh satu kali scroll layar smartphone untuk menamatkannya.
Entah ini hanya versi singkatnya atau memang cerpennya sesingkat itu. Bukan hanya singkat dari jumlah kata, tapi juga minimalis dari segi isi. Dengan kependekannya tersebut, cerita dalam cerpen ini tidak usai atau sengaja dibuat dengan ending menggantung. Namun, ceritanya sangat menarik dan detail. Simaklah paragraf pembukanya berikut.
“Bulat sudah tekad lelaki itu pergi ke pegunungan, menembus belantara pohon. Dia sudah jenuh bertemu laut, lelah berjemur di pantai. Sudah dua tahun dia menggali pasir, lalu berbaring membenamkan tubuhnya di lubang galian, hanya sebatas leher dan kepala yang tampak.”
Awalnya aku mengira, dari paragraf tersebut cerita ini tentang seseorang yang bekerja keras. Namun, aku salah. Ternyata isi ceritanya jauh lebih menarik daripada perjuangan mencari rezeki. Dari sini kelihatan jika penulis berhasil membuat sebuah cerita tidak tertebak. Aku pribadi menyukai cerita jenis ini.
Karakter tokoh dalam cerita ini begitu kuat karena penulis menuliskan seluruh kegelisahan tokoh tunggal dalam seluruh kalimatnya. Alur maju-mundur yang digunakan cukup tegas meski terkesan sangat kilat. Ini terlihat dari tekad sang tokoh tentang rencananya sambil mengingat apa yang telah terjadi di belakang.
Setting tempat tidak kelihatan secara eksplisit. Hanya disebutkan bahwa sang tokoh bosan di pantai dan ingin pergi ke hutan. Setting waktu juga bukan unsur intrinsik utama dalam cerpen ini sehingga tidak ditulis detail kapan peristiwa dalam cerpen ini terjadi.
Mengenai judul, aku agak lama baru menangkap maksudnya. Jika pun aku sudah berhasil menerjemahkannya sekarang, masih ada peluang itu juga salah. Frasa ‘bertemu batu’ yang digunakan penulis mungkin ditujukan untuk menggambarkan kebuntuan tokoh dalam menghadapi masalahnya. Sang tokoh yang mulai putus asa dan ingin mengubah usahanya dalam mencapai sesuatu menjadi topik utama dalam cerita ini.
Cerpen ini kaya diksi. Aku senang lamat-lamat membacanya, meski isinya singkat tapi pilihan kata-kata yang digunakan penulis membuat cerpen ini terasa padat. Penulis sepertinya memang sudah terbiasa menulis cerpen sejenis. Hal ini terlihat dari adanya tautan di halaman yang sama dan mengarah ke cerpen lain yang ditulis penulis.
Satu kata untuk merangkum cerpen ini adalah Daebak!
mantap...
BalasHapusDaebak!
BalasHapusKepo deh jadinya sama nih cerpen
BalasHapus