Pernahkah aku merasa menyesal tentang sesuatu?
Pernah. Tapi beberapa penyesalan tersebut tidak bertahan lama. Paling lama satu
minggu setelah hal tersebut terjadi, biasanya aku sudah moving on kembali ke dunia nyata. Tahu tidak ada gunanya menyesal,
aku lebih memilih untuk tetap menikmati hidupku yang sekarang.
Namun tak dapat dipungkiri, ada beberapa
penyesalan besar yang pernah kualami. Setidaknya ada tiga penyesalan yang
membutuhkan waktu agak lama pemulihannya. Selain lama, rasa sesal tersebut
kadang kembali lagi di waktu-waktu tertentu padahal sudah berusaha diikhlaskan.
Aku akan bercerita di sini. Bagi orang lain,
mungkin tiga penyesalanku ini terdengar sepele. Namun bagiku ini cukup besar
sehingga kumasukkan ke dalam top three hal
yang pernah membuatku menyesal begitu dalam.
Pertama, ketika tempat lahir di ijazah SD-ku
salah. Bukan salah ketik, tapi salah tempat. seharusnya di Banjarbaru, malah
ditulis di Kupang (nama desa tempatku bersekolah dulu). Mungkin karena semua
anak bertempat lahir di sana, si bapak guru juga menyamaratakan aku dengan
mereka. Well, dulu belum zaman masuk
SD melampirkan akta kelahiran, padahal aku punya.
Parahnya, aku dan keluarga baru menyadari ketika
tahun terakhirku di SMP. Inilah yang paling kusesalkan, seandainya masih baru
mungkin masih bisa diurus perubahannya. Orangtuaku pun kemudian berusaha
mengurus agar di ijazah SMP-ku nanti tempat lahirku ditulis sesuai akta.
Namun sayang, pihak sekolah tidak bersedia. Mereka
tidak ingin mengambil risiko ijazahku dianggap tidak valid karena datanya tidak
sesuai dengan jenjang sebelumnya. Solusinya, aktaku yang diperbaharui. Tempat
lahirku dipalsukan untuk selamanya. Di semua kartu identitasku, tempat lahirku
palsu. Hoho.
Penyesalan kedua, aku tidak masuk jurusan
kedokteran. Well, aku belum pernah
ikut masuk tes masuk ke jurusan tersebut sih. Dulu aku lebih memilih jurusan
MIPA Biologi karena pertimbangan biaya. Ada kesempatan untuk mengambil beasiswa
di jurusan kedokteran tapi harus kuliah di Semarang. Itu big no bagi mama. Aku anak penurut. Maka kunikmati 5 tahun kuliah
di jurusan yang juga aku suka ini.
Di sela-sela rasa sesal yang kadang muncul, aku
bersyukur. Dari karakteristik pribadiku yang introvert aku jauh lebih baik berinteraksi dengan benda mati
daripada manusia. Itu tak akan terjadi jika aku bekerja di bidang kesehatan,
aku jelas harus bertemu dan berteman dengan banyak orang. Kondisiku sekarang
tidak buruk, berteman dengan alat-alat gelas dan bakteri yang tidak berisik.
Juga yang terbaik adalah aku berteman dengan lingkaran kecil yang mengasyikkan.
Yang terakhir, aku pernah menyesal menikah sebelum melanjutkan S2. Siapa pun tahu ingin sekali sekolah lagi. Namun bagaimana, panggilan menggenapkan separuh agama datang lebih dahulu. Sekarang langkahku menggapai beasiswa kuliah S2 ke luar negeri terasa berat karena sudah ada seseorang yang harus aku pikirkan kondisinya.
Aku pernah menyesali ini dan jujur kuakui sekarang
pun di saat-saat terburuk, penyesalan tersebut masih datang. Namun aku tidak
tenggelam di sana. Aku menatap masa sekarangku dengan optimis. Semuanya bisa
didiskusikan. Akan ada saatnya nanti menggapai impian sembari aku sedang
bergerilya memperjuangkan kualitas yang masih rata-rata.
Itulah tadi tiga penyesalan terbesarku dalam
hidup. Mungkin terdengar cengeng, tak apa. It’s
fact. Aku lega sudah menuliskannya. []
Posting Komentar
Posting Komentar