Aku ingin
bercerita tentang Ramadanku beberapa tahun yang lalu. Ramadan yang masih
identik dengan kata libur sehingga waktu luang masih terasa banyak. Namun sejak aku bekerja, Ramadan bukan lagi
bulan yang penuh dengan waktu luang. Jam kerjaku memang berkurang tapi sama
sekali tidak libur. Sisa waktu yang tersedia hanya bisa kugunakan untuk tidur.
Saat sekolah
dan kuliah, Ramadan adalah gudangnya waktu luang. Selain senang karena bisa
berkumpul dengan lebih banyak waktu dengan keluarga, aku juga senang karena
satu hal yaitu bisa membaca buku sepuas yang aku mau.
Novel-novel
tebal biasanya kulahap saat Ramadan. Sebut saja tetraloginya Eclipse Saga,
Serial Harry Potter, dan beberapa novel terjemahan lainnya. Novel-novel tebal
tersebut bukan hasil membeli, tapi hasil pinjaman dari perpusatakaan kota. Dulu
sempat ada tempat penyewaan novel di kotaku, nah salah satu stok bacaanku
berasal dari sana.
Jadi rundown kegiatanku saat Ramadan dulu itu
adalah sahur. Habis sahur kalau nggak baca novel ya tidur. Jarang sekali aku
bisa melewatkan tidur setelah subuh dan novel biasanya mampu menahan kantukku.
Sama kasusnya ketika begadang, aku yang bukan nokturnal ini biasanya takluk
dengan novel dan bisa tidur lewat tengah malam untuk menyelesaikan novel.
Penasaran, sih.
Pagi setelah
mandi aku salat dhuha. Selepasnya ya tidur lagi atau baca novel. Begitu pula
selepas zuhur, kalau nggak tidur yang baca novel. Di saat menunggu buka dan
setelah tarawih, kegiatanku tentu saja membaca novel.
Intensitasku
membaca novel saat Ramadan sama banyaknya dengan tilawah karena punya target
khatam selama bulan Ramadan. Rindu sekali aku bisa kembali melakoni aktivitas
membaca ini. Tapi ya bagaimana, kapan waktuku bisa menyisipkannya.
Sekarang
dari jam 7.30 hingga pukul 15.00 aku kerja. Sisa waktunya pasti digunakan untuk
kegiatan rumah, ibadah, dan istirahat. Tidak salah kalau ada yang mengatakan
bahwa salah satu kenikmatan itu adalah berupa waktu luang.[]
Keren
BalasHapus