Bermain saat tarawih
Ketika orang-orang dewasa sedang
sibuk tarawih, aku dan teman-temanku malah bermain-main (begaya -dalam bahasa Banjar). Aku ingat sekali, dulu itu kami malas
sekali tarawihnya tapi tetap senang datang ke surau. Mungkin karena ada motivasi
bermain-mainnya itu kali ya. Entah apa yang kami lakukan, yang jelas
“permainan” kami menimbulkan keributan dan sering membuat jamaah ibu-ibu di
shaf depan memarahi kami. Untuk menyiasatinya, ketika akan duduk tasyahud
terakhir, kami cepat-cepat berada dalam posisi tersebut. Sehingga seusai salam,
ibu-ibu bingung mau memarahi siapa, karena yang terlihat kami semua ikut shalat
juga. Hihi. Kalau capek bermain-main, kami akan rebahan saja di atas sajadah.
Saling mengganggu saat tarawih
Di antara kami sepermainan, tidak
ada yang bisa khusyu’ shalat dulu itu. Kalau mau khusyu’, ya harus semuanya.
Kalau hanya ada satu orang yang shalat, yakin dia tidak bakalan khusyu’ karena
bakalan diganggu setan-setan kecil yang lain. Bahkan ketika shalat pun, kami
masih sempat mencubit tangan teman yang di samping. Jahil ya?
Membawa makanan ke surau
Tidak sekedar membawa, kami juga
bahkan memakannya di dalam surau! Astaghfirullah.
Makanan yang menjadi primadona kami saat itu adalah mie instan yang dimakan langsung
–tidak dimasak, jadi semacam kerupuk. Waktu memakannya tentu saja saat
orang-orang dewasa sedang shalat tarawih.
Laduman
Di kampungku dulu, petasan
merupakan barang langka. Yang membuat heboh setiap malam Ramadhan adalah laduman, yaitu permainan meriam dari bambu
yang diisi minyak tanah dan dengan cara tertentu bisa dibunyikan dengan
nyaring. Sebenarnya ini permainan berbahaya bagi anak-anak. Tapi tak ada orang
tua yang sanggup meredupkan antusiasme anak laki-laki untuk memainkannya.
Adikku merupakan salah satu dari maniak laduman.
www.lawupos.com |
Lampu-lampu di halaman rumah
Kampungku yang biasanya sepi dan
gelap, saat malam Ramadhan (terutama malam ke-21) menjadi bercahaya karena
biasanya setiap rumah akan membuat lampu dari minyak tanah di halaman mereka. Lampu
ini dibuat dari bambu yang direbahkan dan disangga dengan tongkat kayu. Di
bagian sampingnya (yang ketika direbahkan akan menjadi bagian atas) dilubangi
dan diberi sumbu. Rongganya diisi dengan minyak tanah. Bedamaran adalah sebutan untuk kegiatan menyalakan lampu di halaman
ini. Ada juga yang bedamaran dengan membakar
sendal/sepatu dari kulit yang sudah tidak terpakai lagi. Sayang, sepertinya
tradisi bedamaran ini mulai punah
ditelan waktu.
Warung malam
Warung ini segera beroperasi setelah
waktu berbuka puasa tiba. Yang dijual di warung ini terutama adalah makanan
yang digemari anak-anak, terutama kerupuk besar yang di atasnya ditaruh petis.
Selain itu ada juga yang menjual bubur kacang dan pencok buah. Aihh, aku jadi
ngiler kalau mengingatnya. Kalau jauh malam, “pangsa pasar” warung ini sudah
berubah, dari yang tadinya anak-anak atau ibu2/bapak2 yang sedang menunggu
waktu tarawih menjadi pemuda-pemuda dari kampung-kampung tetangga. Maklum, yang
menjaga warungnya kan gadis-gadis berusia belia atau janda muda.
Lari pagi
Biasanya ketika waktu imsak tiba,
aku dan teman-temanku segera ke surau untuk shalat subuh berjamaah. Setelah itu
barulah kami lari pagi. Well, namanya memang lari tapi
kegiatannya sama sekali bukan lari, lebih tepatnya jalan-jalan subuh. Rute perjalanan
kami kalau tidak ke arah hilir atau ke arah hulu jalan (sesuai arah arus sungai
yang sejajar dengan jalan di kampungku). Terkadang bentuk lain dari kegiatan ini
adalah menunggu buah jatuh dari pohonnya. Yup, benar-benar buah. Seperti durian,
kesturi, binjai, hampalam, sawo, dan buah-buah lain yang pohonnya sedang
berbuah di kampungku.
Mengisi Agenda Ramadhan
Dulu, agenda Ramadhan sama sekali bukan agenda yang kubuat sendiri tapi dari sekolah dan wajib diisi. You know whatlah rata-rata isinya apa, ibadah khas Ramadhan tentu saja. Semacam tilawah, tarawih, shalat lima waktu, shalat dhuha, tahajud, dan mendengarkan ceramah. Khusus untuk tarawih, ada kolom untuk tanda tangan imam. Jadilah selesai tarawih merupakan waktu bagi imam menjadi artis sesaat yang diserbu fans untuk dimintai tanda tangan. Hihi. Untuk point "mendengarkan ceramah", aku biasanya mendengarkan ceramah lewat radio. Toh itu sudah termasuk mendengarkan, pikirku. So tidak perlu ke masjid manapun untuk mendengarkan kultum.
Tadarus Alquran
Saat kecil, kami senang ikut tadarus setelah tarawih. Apalagi ketika Nuzulul Alquran pada 17 Ramadan meriah sekali. Di akhir Ramadan ada acara betamat alias menamatkan Alquran. Pada saat itu, semua anggota yang ikut tadarus membawa berbagai macam kue sehingga bisa dinikmati setelah doa bersama. Itu nostalgic sekali!
Mengisi Agenda Ramadhan
Dulu, agenda Ramadhan sama sekali bukan agenda yang kubuat sendiri tapi dari sekolah dan wajib diisi. You know whatlah rata-rata isinya apa, ibadah khas Ramadhan tentu saja. Semacam tilawah, tarawih, shalat lima waktu, shalat dhuha, tahajud, dan mendengarkan ceramah. Khusus untuk tarawih, ada kolom untuk tanda tangan imam. Jadilah selesai tarawih merupakan waktu bagi imam menjadi artis sesaat yang diserbu fans untuk dimintai tanda tangan. Hihi. Untuk point "mendengarkan ceramah", aku biasanya mendengarkan ceramah lewat radio. Toh itu sudah termasuk mendengarkan, pikirku. So tidak perlu ke masjid manapun untuk mendengarkan kultum.
Tadarus Alquran
Saat kecil, kami senang ikut tadarus setelah tarawih. Apalagi ketika Nuzulul Alquran pada 17 Ramadan meriah sekali. Di akhir Ramadan ada acara betamat alias menamatkan Alquran. Pada saat itu, semua anggota yang ikut tadarus membawa berbagai macam kue sehingga bisa dinikmati setelah doa bersama. Itu nostalgic sekali!
Beberapa hal tersebut adalah
hal-hal yang selalu kuingat saat Ramadhan tiba. Apalagi saat seperti sekarang
ini, rasanya kangen sekali mengingat nostalgia Ramadhan tersebut, sedang sekarang aku jauh di rantau orang.[]
Dari sekian banyak memori tersebut, yg paling berkesan yang mana?
BalasHapusTerus kenapa kalau di rantau gak bisa melakukannya