Tentang Kamu adalah novel
tentang kehidupan seorang Sri Ningsih. Jika tokoh Sri Ningsih itu nyata, maka
novel ini merupakan biografinya. Ceritanya bahkan sudah dimulai sebelum Sri
Ningsih lahir dan berakhir jauh setelah ia wafat.
Judul: Tentang Kamu
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Republika
Tahun terbit: 2016
|
Adalah Zaman Zulkarnaen
seorang pengacara di sebuah firma hukum ternama di London, Thompson & Co, yang
diberi tugas mengurus harta warisan yang dimiliki oleh Sri Ningsih. Jumlahnya
sangat besar, tetapi ia tidak memiliki pewaris. Hal itulah yang membuat Zaman
Zulkarnaen harus terbang ke sebuah pulau kecil di tanah airnya.
Menemukan pulau ini tak
mudah. Sebelum tahu nama dan tempat lahir Sri Ningsih, Zaman harus menebak petunjuk
yang ditulis mendiang di buku catatannya.
“… di tempat di mana rumah-rumah saling bersinggungan atap, tiada tanah, rumput apalagi pepohonan yang terlihat oleh elang yang terbang tinggi. Di sini, di mana rumah-rumah yang tumbuh dari atas permukaan laut, perahu tertambat di tiang-tiang, dan kambing-kambing mengunyah kertas.”
Beruntung di atas Gulfstream
G650 dengan kapasitas dua belas penumpang Zaman menemukan petunjuk lewat sang
pilot. Dari pulau kecil tersebutlah cerita Sri Ningsih bermula. Zaman sampai
harus menginap hampir seminggu untuk mendapatkan cerita utuhnya.
Setelah tragedi besar yang
menimpa dirinya –dan keluarga, cerita berlanjut ke juz kedua yang berlatar di
Pulau Jawa. Di sanalah sebagian besar masa remaja Sri Ningsih dihabiskan. Ada banyak
tokoh baru yang masuk di sini yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan Sri
Ningsih di masa depan. Tak kalah tragis, tragedi di babak kedua ini juga
menutup fase hidup Sri Ningsih di sini.
Juz ketiga bercerita tentang
perjuangan Sri Ningsih di ibukota dalam membangun bisnisnya. Dari sinilah harta
warisan sebegitu banyaknya tersebut bermula. Tidak mudah memulainya. Bahkan
penulis ‘mengklaim’ bahwa Sri Ningsihlah yang ‘menciptakan’ gerobak dorong
berkaki tiga. Ditambah dengan dua kaki manusia sebagai pendorongnya, dari
sanalah konon istilah kaki lima berasal.
Meski di novel ini juga
terdapat penjelasan bahwa istilah tersebut juga mungkin berasal dari kebijakan
pemerintah kolonial Belanda yang dulu berkuasa saat itu. Kebijakan tersebut
berisi keharusan sebuah kota memiliki trotoar dengan lebar minimal lima kaki.
Kepindahan Sri Ningsih yang
tiba-tiba ke London pada saat bisnisnya sedang berjaya menjadi pertanyaan besar
semua orang, termasuk Zaman. Hingga klimaks di akhir novel, pertanyaan tersebut
baru dapat terjawab. Penelusuran juz keempat dari kehidupan Sri Ningsih jauh
lebih mudah bagi Zaman karena di sinilah ia tinggal selama 6 tahun terakhir.
Di sinilah salah satu fase
penting terjadi. Lagu yang berjudul Tentang Kamu tercipta dari seorang teman
Hakan, lelaki Turki, yang terheran-heran melihat kegilaan Hakan menumpang bus
dengan rute yang salah setiap hari hanya demi mengobrol dengan Sri Ningsih
selama 5 menit.
Juz terakhir terjadi di
Paris. Sama seperti kepindahannya ke London, kepindahannya ke Paris pun membuat
Sri Ningsih harus memulai segalanya dari nol. Kali ini ia dapat mewujudkan
mimpinya keliling dunia. Masa tua yang menyenangkan untuk seorang Sri Ningsih.
Namun bahkan hingga ia wafat, masa lalu yang kelam memburunya sampai ke Paris.
“Semua akan berlalu, seperti sungai yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai kehidupan.”
Membaca novel ini sungguh
menguras air mata. Rasanya seluruh kesedihan dapat keluar karena membaca novel
ini. Meskipun pencapaian hidup Sri Ningsih sangat gemilang, tapi
kenangan-kenangan tragis dalam hidupnya adalah sebuah harga yang lebih dari
cukup untuk membayarnya.
Awalnya aku tak dapat
menghubungkan isi novel ini dengan gambar cover bukunya. Namun, setelah membaca
laman pribadi penulisnya aku tahu sepatu itu adalah sepatu yang tidak pernah
Sri Ningsih dapatkan dari ayahnya. Pemicu awal konflik dari keseluruhan cerita.
Tentang Kamu sendiri
menurutku judul yang sangat universal untuk novel ini. Jika tidak karena ada
lagu yang tercipta untuk sosok Sri Ningsih, mungkin novel ini lebih cocok
berjudul Sri Ningsih itu sendiri.
Dengan lima setting tempat dan waktu yang ada dari
novel ini, aku merasa seperti melakukan perjalanan sejarah. Sri Ningsih lahir
tahun 1946 sebagai anak dari pelaut tangguh, ia mengalami sendiri efek
kekejaman PKI, menyaksikan bagaimana monas dibangun, mengalami kehidupan modern
di London, serta menikmati kemegahan Kota Paris dan penjuru dunia lewat
petualangannya.
Novel berjumlah 647 halaman
ini memiliki alur maju mundur yang sangat memikat. Konflik yang terjadi
berkali-kali dan mencapai klimaks saat hampir di penghujung cerita membuatku
gemas dengan sang tokoh antagonis.
Novel ini mengajarkan banyak
pemahaman hidup yang baik. Tentang kesabaran, tentang kerja keras, tentang tetap
berbuat baik bahkan di saat-saat terburuk. Dua tokoh utama novel ini, Sri
Ningsih dan Zaman Zulkarnaen, sama-sama memiliki karakter yang kuat.
Ada satu hal yang kusayangkan
dari cerita perjalanan hidup Sri Ningsih ini. Seandainya sejak di Jakarta Sri Ningsih
berani menghadapi hantu yang ia lihat, maka cepat atau lambat ia akan bertemu
dengan orang yang tidak ia duga. Boleh jadi ia bisa menghabiskan waktu sisa
hidupnya bersama orang tersebut. Tapi karena Sri Ningsih selalu menghindar -bukan
karena takut tapi untuk menghindari konflik- maka kebenaran tersebut tidak
diketahui hingga ia wafat.
Akhir kata, novel ini memang
sangat mengesankan. Kamu wajib baca novelnya sudah pernah baca novel Tere Liye
yang lain dan merasa cocok. Sampai jumpa pada review buku selanjutnya. []
Udah pernah baca tapi nggak bisa mengungkapan isi buku itu seperti yang mbak tulis disini. Saya pikir ini semacam novel untuk mengenalkan sejarah kpd generasi muda yang kebanyakan tunduk pada urusan percintaan tapi abai dg sejarah pahit bangsanya
BalasHapusSaya setuju jika saja sri ningsih tidak menghindar mungkin dia bisa bersama orang tersebut... Tapi seperti kepakan sayap kupu kupu yang bisa membuat perubahan, mungkin jika sri ningsih bertemu dengan orang itu sri tidak akan bertemu dengan hakan kekasih hidup nya
BalasHapus