Tak diragukan lagi aku suka membaca. Ada banyak cerita tentang aktivitas membaca yang sudah kuceritakan di blog ini. Kali ini aku akan bercerita tentang aktivitas membaca ala aku (dan manusia lainnya) di zaman digital sekarang ini. Meski aku belum terjamah oleh kindle book atau audio book, tapi tetap saja ada pergeseran kebiasaan membacaku dulu dengan sekarang.
Timbunan Buku
Ada banyak hal-hal kecil yang terkait tentang aktivitas membacaku sekarang, salah satunya adalah timbunan buku. Buku-buku tersebut teronggok manis di bawah tempat tidurku dengan jumlah yang cukup banyak. Beberapa alasan mengapa buku tersebut belum kubaca adalah:
1. Temanya cukup berat. Iya, aku kalau beli buku cukup selektif. Hanya beli buku yang bagus dan kadang bahasannya berat. Itulah alasan kenapa buku-buku tersebut jadi jarang tersentuh. Akhir-akhir ini aktivitas membacaku lebih dikarenakan aku ingin mendapatkan hiburan daripada menambah pengetahuan. Nanti, jika otakku sudah mulai lebih ringan mungkin aku akan menyempatkan diri untuk membaca buku-buku ‘berat’ tersebut.
2. Temanya yang sekarang tidak lagi kusukai. Dulu waktu membeli buku tersebut, aku mungkin sedang menyenangi temanya. Sekarang, mungkin terjadi beberapa perubahan sudut pandang pada diriku sehingga tema tersebut jadi tidak menarik lagi untuk kubaca. Setidaknya belum. Suatu saat mungkin aku akan tertarik lagi dengan tema tersebut dan mulai membaca koleksi timbunan buku.
Genre Buku
Bicara tentang tema atau genre yang sedang kusenangi sekarang, tentu saja fiksi romance tidak bisa disingkirkan. Tema inilah yang selalu menjadi incaranku ketika memilih buku untuk dibaca, bukan untuk dibeli. Di urutan selanjutnya, tema misteri, thriller, dan science fiction menjadi alternatif pilihan bacaanku mengisi waktu luang. Jika harus membeli buku, maka genre yang kupilih adalah non-fiksi pengembangan diri, motivasi, travelling, kesehatan, mental health, psikologi, hingga teknik menulis. Itulah beberapa contoh buku favoritku, tahu mau ngasih kado buku apa kan kalau aku ulang tahun? Haha.
Review Buku
Next, mari kita bahas tentang review buku. Dulu aku selalu menyempatkan untuk menulis review buku setelah membacanya. Semakin suka dengan isi buku yang kubaca, semakin bersemangat aku me-review. Namun sekarang, napas menulis review-ku tidak sepanjang dan sekuat itu. Ada beberapa alasan untuk kemalasanku ini. Salah satunya adalah karena kadang saking sukanya aku pada isi buku, menulis review-nya menjadi pekerjaan berat yang hasilnya harus sempurna.
Untuk itu, aku jadi mudah menunda menulis review agar mood dan niatku terkumpul dengan sempurna. Dan itu tidak akan pernah terjadi karena terhalang oleh kesibukanku yang lain. Pada akhirnya buku-buku tersebut hanya teronggok dalam satu onggokan tersendiri di kamarku. Jangan tanya buku digital yang sudah kubaca dan belum ku-review. Banyak sekali.
Jangan harap aku sempat membuat daftar bacaan semacam di Goodreads. Akhir-akhir ini kegiatan membacaku murni untuk bersenang-senang, sehingga aku tidak memperhatikan tetek bengek yang lain seperti recap atau haul. Aktivitas lain di luar membaca sudah cukup merenggut energiku, aku hanya ingin membaca menjadi salah satu caraku recharge energi.
Menyampul Buku
Siapa yang masih melakukan aktivitas menyampul buku? Well ya aku, karena masih beli buku fisik. Sayang saja jika buku koleksi kesayangan tersebut tidak terlindungi dengan baik dari debu atau percikan air. Karena sekali lagi buku yang kubeli adalah buku yang benar-benar aku sukai atau kubutuhkan.
Sayangnya, kegiatan menyampul buku ini sudah lama tak kulakukan. Buku-buku yang tak tersampul juga sudah membentuk kumpulannya tersendiri. Alasannya apalagi kalau bukan aku yang malas dan sok sibuk sehingga belum sempat meluangkan waktu untuk melakukannya. Lagipula, stok sampul plastiknya juga sudah habis di rumah, aku mesti beli baru beberapa meter nih untuk stok.
Memberi Identitas pada Buku
Selain memberi sampul, membubuhkan identitas di lembar pertama buku juga adalah kegiatan yang kuwajibkan pada diri sendiri setiap selesai membeli buku baru. Identitas yang kuberikan adalah nama, kota dan tanggal pembelian, serta tanda tangan. Di lembar pertama tersebut juga kububuhkan stempel khusus yang kubuat sendiri dengan tulisan “Personal Library*Koleksi Buku Pribadi” dengan lambang buku yang berisi huruf inisial namaku. Di lembar paling belakang buku sebelah kiri atas kukasih keterangan harga saat kubeli, atau jika aku mendapatkan buku tersebut secara gratis aku akan memberi keterangan dari siapa, pas ada acara apa, hadiah event/lomba apa, dsb.
Kegiatan tersebut sekarang sudah hampir tidak pernah kulakukan karena setelah membeli buku, kalau sangat antusias dengan isi bukunya maka aku akan segera membaca buku tersebut lalu melupakan langkah-langkah memberi identitas dan menyampul buku. Kemungkinan kedua, setelah membeli atau mendapatkan buku, buku tersebut akan langsung masuk dalam kelompok timbunan, tanpa sempat kubuka segel plastiknya, boro-boro memberi identitas pada buku atau menyampulnya.
Sepertinya aku memang harus menyediakan waktu khusus untuk semua hal-hal teknis di atas sehingga koleksi bukuku bisa lebih rapi. Mungkin kalau bisa sampai pada tahap pendataan digital semacam katalog yang ada di perpustakaan, sehingga aku bisa dengan mudah menelusurinya jika memerlukan salah satu judul buku.
Cara Membeli/Mendapatkan Buku
Sekarang ini, setidaknya ada 4 caraku dalam mendapatkan buku. Pertama, tentu saja membeli secara online, ini adalah cara termudah untuk membeli buku. Hanya saja kadang berat di ongkir, bahkan ada yang harga ongkir melebihi dari harga bukunya sendiri. Tahulah ya, ongkir ke Kalimantan dari Jawa tidak pernah terasa murah jika tidak disubsidi. Jika sampai aku membeli buku secara online, berarti buku tersebut memang sangat penting untuk kumiliki.
Kedua adalah dengan cara membeli di bazar buku yang kebetulan singgah di kota kecilku. Harganya tidak benar-benar murah menurutku, hampir menyamai harga normal. Tapi aku senang karena bisa memilih langsung seperti di toko buku dan tentu saja tanpa ongkos kirim. Di sinilah biasanya aku kalap dengan langsung membeli banyak. Otak impulsifku mengatakan bahwa tidak setiap saat ada bazar buku di sini, jadi borong saja. Hiks. Sumber terbanyak dari anggota timbunanku biasanya dari sini.
Cara ketiga aku mendapatkan buku adalah membelinya langsung di toko buku besar. Ini terjadi cukup jarang karena aku memang cukup jarang ke toko buku yang lokasinya 4-5 jam perjalanan dari rumah. Harganya juga tidak terlalu ramah, hampir menyamai beli buku secara online beserta ongkirnya. Tapi biasanya ya gitu kalau ke toko buku, otak impulsifku jalan. Ketika berniat cuci mata saja, setidaknya bakal ada satu buku yang akhirnya kubawa ke depan meja kasir.
Cara terakhir adalah aku mendapat buku gratis kiriman dari teman penulis, penerbit, atau pihak yang menyelenggarakan event/lomba. Entah karena aku diminta menulis review atau karena aku memenangkan sebuah kompetisi. Cara ini lumayan membuat rak bukuku penuh. Teman-teman di kantor sudah hapal jika aku menerima paket, isinya mostly buku karena aku mencantumkan alamat kantor jika disuruh mengirimkan alamat. Supaya ongkirnya lebih murah, tentu saja.
Cara Membaca Buku
Cara membaca buku inilah yang cukup banyak berubah di kehidupanku. Selain membaca buku-buku secara fisik, aku juga membaca buku versi digital. Akhir-akhir ini kuantitas bacaanku jauh lebih banyak membaca secara digital via smartphone daripada membaca buku fisik.
Dulu, aku pembaca buku di aplikasi baca gratis aplikasi Wattpad. Tapi karena ada banyak cerita yang tidak layak baca di sana, aku mulai pindah ke Storial. Bahkan novel-novel yang kutulis juga mulai kupindahkan ke Storial. Rak bukuku di Wattpad sekarang hanya berisi novel yang benar-benar berkesan dan kusukai. Salah satu judulnya adalah Retrocession, ceritanya keren banget. Hanya itu satu-satunya alasan mengapa aku belum mengahpus akun dan uninstall Wattpad.
Aktivitas bacaku di Storial yang sebenarnya baru seumur jagung, menemukanku dengan para penulis hebat. Cerita-cerita mereka, selain menghibur buat dibaca tapi juga menginspirasiku untuk bisa menulis sehebat mereka juga. Nggak heran, ada beberapa bab berbayar di Storial karena kualitas cerita di sana memang jempolan. Sayang, aplikasinya butuh sinyal yang lebih kuat dibanding Wattpad. Kalau sinyalnya lemah, dia sering eror gitu.
Platform bacaku yang lain adalah aplikasi ipusnas. Aplikasi ini adalah perpustakaan nasional Indonesia versi digital. Walaupun aplikasinya sering lelet dan berat serta butuh sinyal kuat, tapi via ipusnas aku punya banyak buku yang bagus untuk dibaca dan tentunya berkualitas dari penulis favorit. Semua buku yang ada di ipusnas sudah diterbitkan versi cetaknya sehingga semuanya lebih terjamin mutunya.
Kelebihan lain dari aplikasi ini bukunya bisa dibaca secara offline. Mirip seperti di perpustakaan pada umumnya, kita bisa pinjam buku dalam jangka waktu tertentu, jika sudah habis masa peminjamannya maka akan langsung otomastis ditarik dari rak peminjaman buku.
Ngomongin tentang perpustakaan offline, sudah lama sekali aku tidak pergi ke perpustakaan di kotaku. Tidak sempat, energiku sudah terkuras untuk bekerja eight to four.
Alternatif cara membaca yang lainnya adalah via e-book yang bisa dibeli via banyak platform jual buku digital. Jangan suka baca e-book bajakan, sayang karena enggak berkah. Sebagai (calon) penulis aku juga sedih kalau ada bukuku yang dibajak. Cukup waktu dulu aku pernah kecele kebeli buku bajakan secara online.
Dulu aku sempat tergiur ingin langganan baca di aplikasi Gramedia Digital yang bisa pinjam buku terbitan GPU sepuasnya dengan bayar sekian rupiah perbulan. Namun setelah kupikir-pikir dengan kualitas sinyal di tempatku berdomisili dan aktivitasku yang tidak luang setiap hari, berlangganann ini terlalu worth it bagiku. Sehingga kubatalkan.
Waktu dan Tempat Membaca
Waktu membaca yang paling enak bagiku adalah saat sebelum tidur dan setelah pillow talk. Saat itu aku bisa benar-benar menikmati bacaan. Tak jarang aku tertidur setelah lewat tengah malam dan susah bangun keesokan paginya. Oke, kuakui ini buruk. Aku harus memanajemen ulang waktuku agar tetap bisa menerapkan pola hidup sehat.
Tempat membaca paling enak bagiku adalah di tempat tidur. Bisa sambil rebahan. Tapi mungkin karena kseringan baca sambil rebahan dan via layar smartphone di cahaya ruang yang gelap, beberapa kali aku mengalami pusing. Jika sudah ada gejala seperti ini aku mewajibkan diriku untuk berhenti dari kegiatan bacaku. Sayang saja, aku harus selalu menjaga kesehatan mataku. Dan aku nggak suka kalau harus pakai kacamata. Jadi, beberapa waktu terakhir aku mengusahakan diri untuk selalu membaca dalam posisi duduk dan di ruangan dengan cahaya terang agar tidak kontras dengan layar smartphone yang juga terang.
Oke, segitu (saja) unek-unekku tentang aktivitas membacaku akhir-akhir ini, di zaman serba digital ini. Sangat berbeda jauh dengan aktivitas membacaku 2 atau tentunya 10 tahun yang lalu. Buat kamu yang juga suka membaca, selamat! Kita terpilih sebagai manusia yang beruntung karena bisa berkelana kemana saja hanya dengan duduk diam. []
Aku sekarang lagi gak beli buku. Yang lama masih banyak yang belum kebaca dan itu bikin agak sedih. Dulu rajin bikin review juga. Semoga bulan depan mulai semangat lagi. Kalau bosan, sesekali memang baca cerita online sih yang gampang
BalasHapusDuh mengingatkanku untuk kembali membaca buku dan pengen nyampulin biar awet bukunya
BalasHapusSama mbak.. Saya juga sekarang lebih sering baca buku (cerita) versi digital, menurut ku lebih praktis, meski kepuasannya gabisa ngalahin bau kertas novel/buku yang baru dibuka dari sampul plastiknya hahaha
BalasHapussaya termasuk suka membaca mbak *cieeehh* tapi bersifat masih suka yang klasik alias pegang bukunya... kalau bukunya saya suka, 1000 halamanpun bisa habis dalam 3-4 hari. tapi kalau bukan favorit, 300 halaman bisa sebulan hehehe
BalasHapusaku pengen ke perpus, pinjam buku2 menarik di sana
BalasHapusmengulang kebiasaanku saat SMP dulu
soalnya membaca buku (fisik) itu membahagiakan tiada tara
AKu baru tau kalau ipusnas bisa dibaca offline.
BalasHapusAku pikir harus online selalu.
Suka banget sama iPusnas selain google Play Book dan Gramedia Digital.
Di rumah banyak buku yang belum sempet dibaca, jadi masa pendemi ini banyak digunakan buat baca. Belum lagi ebook-ebook yang udah dibeli, jadi sementara belum nambah koleksi lagi kak
BalasHapusMakasih sharingnya, Mba. Sama nih udah beralih banget baca dari buku fisik ke digital.
BalasHapuswaah bener banget mba. ada buku yg belum aku baca mungkin karena pas beli aku lg suka tema itu, pengarah itu (seringnya ini sih). Sampai ketika : aku lagi ada di kondisi lain yang membuat ku belum tertarik membaca buku yg aku beli dulu. hehehe
BalasHapussaya masih suka membaca dan membeli buku fisik kak hihi, sayangnya suka kedistrek juga sama hp jadi kudu dijauh2in. kalau dulu baca buku bisa seenaknya langsung aja, sekarang kudu nyiapin dan ngeluangin waktu
BalasHapusSama banget. Dulu aku juga rajin nyampul, review dan beri nama. Sekarang ya cuma disimpan aja, hehe
BalasHapusAku sekarang lebih banyak baca di ipusnas. Ini juga lagi nyoba baca di storial karena banyak penulis keren nulis di sana juga
BalasHapusLuar biasa hobby bacanya kak rindang, semoga aku bisa ketulaean juga semangat baca nya. Memang sekarang ini,akupun sudah tidak sesering dulu membaca buku fisik, dan lebih sering membaca buku digital. Bagiku membaca buku digital lebih ringkas dan ringan untuk dipegang .
BalasHapusMembaca buku tu penting banget bagi kita yg aktivitasnya sering menulis. Aku tu sering ngingetin diri wkwk yg ada malah membaca cepat. Bad banget ya...
BalasHapusAku setiap beli buku selalu ku namai dan ku kasih tanggal pembelian biar ingat aja, kek lucuu gitu 😁
BalasHapusJadi keinget bukan ini belum baca buku huhu
setuju ,mba rindang eny juga hobi banget membaca loh hihi.. galfok sama headernya lucuuuuu
BalasHapusEh jadi ingat udah lama nggak nambah daftar buku terbaca di Goodreads gara-gara fokus pemulihan. Ternyata ada temennya, hehe. Semoga habis ini bisa baca lagi ya mbak. Mangat buat kitaa.
BalasHapuswah, bulan ini kayaknya aku cuma baca buku pelajarans ekolah deh, kebanyakan ngedrakor, astaga
BalasHapusSaya termasuk penimbun buku. Utamanya buku-buku dengan tema-tema yang agak berat. Sekarang buku juga sudah mengalami perubahan bentuk, dari manual ke digital. Tapi sensasi baca manual jauh lebih dapat menurutku. Kita semacam bisa menjalin hubungan yg intim dg buku sekaligus menyelami topik yg dibahasnya. Pandemi jadi jalan menebar hal-hal positif. Termasuk soal baca buku ini.
BalasHapusWah aku juga jadi ingin menuliskan pengalamanku membaca deh hihihi Oya masa pandemik ini membuatku jadi rajin membaca karena banyak waktu luang hihihi makasih sharingnya yaa..
BalasHapusAku juga sekarang sering baca novel di aplikasi seperti Storial, walau lebih lelah ya kayaknya untuk mata..lebih nyaman buku cetak..
BalasHapusSaya percaya, buku cetak akan tetap ada, seiring waktu malah jd berharga
BalasHapusLebih enak dengan digital sekarang
BalasHapusArtikelnya bagus
BalasHapusAih, aku juga udah lama gak beli buku. Banyak sekali buku yg mejeng di rak blm kulahap habis terutama yg nonfiksi.
BalasHapusBtw, baca di storial.otu hratis atau bayar y? Blm pernah soalnya.
Meski udah banyak buku digital seperti e-book dan sejenisnya. Tapi saya lebih suka membaca buku cetak. Lebih enak aa gitu, ada sensasi dan bau buku yang selalu bisa dirasakan. Bahkan di rumah ada dua rak buku yang hampir penuh. Satunya udah lama, satunya be;i baru di Toko ACE Hardware. Semoga ada lebih banyak lagi buku-buku yang saya baca. Karena membaca adalah cara terbaik melihat dunia.
BalasHapus